REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat pertanian Khudori mengingatkan kemungkinan berkurangnya pasokan beras menjelang akhir tahun akibat masa paceklik dan meningkatnya permintaan masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut, Khudori menyatakan, Bulog biasanya harus melakukan operasi pasar guna stabilisasi harga beras.
Namun, menurut dia, jika cadangan beras Bulog terus turun karena kebijakan operasi pasar, pemerintah harus mempertimbangkan untuk mengamankan kebutuhan dalam negeri melalui impor. "Kalau cadangannya tidak cukup, saya kira itu bisa ditugaskan lagi kepada Bulog supaya sisa impor dikirimkan lagi," ujarnya di Jakarta, Senin (29/10).
Saat ini, Bulog masih memiliki sisa penugasan impor beras sebesar 200 ribu ton yang dapat dikirimkan sesuai kebutuhan untuk menutupi defisit akhir tahun. Menurut perkiraan, operasi pasar selama tiga bulan memerlukan lima ton beras tiap harinya, dengan kemungkinan sisa cadangan beras Bulog mencapai 2,2 juta ton.
Padahal, jumlah ideal cadangan beras pemerintah di Bulog adalah 2,5 juta ton atau sesuai dengan konsumsi beras satu bulan masyarakat Indonesia.
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Bulog Tri Wahyudi Saleh mengakui, cadangan beras Bulog mulai terkikis dengan meningkatnya jumlah beras untuk operasi pasar hingga mencapai 2.500 ton per hari.
Tri menambahkan, proyeksi kebutuhan operasi pasar akan semakin besar seiring dengan masa paceklik dan meningkatnya permintaan, khususnya di pengujung dan awal tahun. "Sekarang sudah mulai banyak. Sudah 2.500 ton per hari. Desember-Januari itu puncaknya, bisa lima atau enam ribu ton per hari," katanya.
Untuk itu, menurut dia, tidak menutup kemungkinan, Bulog akan kembali melakukan impor untuk memperkuat pasokan dalam negeri yang makin terbatas.
Data produksi beras terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan adanya ancaman defisit pasokan beras sebesar 2,53 juta ton dalam tiga bulan terakhir tahun 2018.
Hal tersebut terlihat dari produksi beras yang diperkirakan hanya mencapai 3,94 juta ton, sedangkan konsumsi masyarakat dalam tiga bulan bisa mencapai 7,45 juta ton.
Peneliti Indef Rusli Abdullah mengharapkan adanya mitigasi apabila asumsi terjadinya surplus produksi dalam negeri tidak terwujud dan produksi padi lebih rendah.
Menurut dia, masa empat bulan ke depan hingga Maret 2019 merupakan periode krusial bagi produksi padi karena El Nino berpotensi mengakibatkan intensitas hujan rendah dan menekan hasil panen.
"Pemerintah harus memastikan bahwa beras bisa diakses oleh masyarakat," katanya.