Ahad 28 Oct 2018 21:41 WIB

Dewan Energi: Mitigasi KLHK Soal Dampak PLTA Tepat

Proyek energi terbarukan selaras dengan upaya perlindungan bentang alam Batangtoru

Red: EH Ismail
Pekerja berada di proyek pembangunan rumah turbin untuk  PLTA Jatigede, Sumedang, Jawa Barat, Senin (9/7).
Foto: ANTARA FOTO
Pekerja berada di proyek pembangunan rumah turbin untuk PLTA Jatigede, Sumedang, Jawa Barat, Senin (9/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Energi Nasional dari unsur lingkungan hidup Sonny Keraf menilai langkah yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mitigasi dampak pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, sudah tepat. Langkah tersebut memastikan proyek energi terbarukan tersebut bisa berjalan selaras dengan upaya perlindungan bentang alam Batangtoru dan konservasi orangutan.

Menurut Sonny, langkah tersebut termasuk mengirim tim untuk melakukan pemantauan intensif terhadap orangutan dan habitatnya. Selain itu KLHK juga sudah memerintahkan pengembang PLTA Batangtoru merevisi dokumen Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) untuk mengakomodasi keberadaan orangutan di sekitar lokasi pembangunan PLTA. Instruksi-instruksi kongkret seperti kewajiban untuk menyiapkan jembatan arboreal dan perlindungan koridor orangutan juga sudah disampaikan KLHK kepada pengembang PLTA.

“Pembangunan PLTA Batangtoru penting untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan yang rendah emisi gas rumah kaca (GRK). Ini merupakan bagian dari perwujudkan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi GRK seperti sudah dinyatakan Presiden Joko Widodo saat konferensi perubahan iklim di Paris pada 2015,” kata Sonny.

Di sisi lain, perlindungan terhadap orangutan dan seluruh ekosistemnya juga tidak boleh dikorbankan atas nama pembangunan.  “Jadi ini memang tanggung jawab KLHK. Penggunaan energi terbarukan untuk mengurangi emisi GRK harus didorong sementara konservasi ekosistem hutan dan habitat orangutan juga harus dijaga,” ujarnya.

Sonny meminta LSM yang masih menyuarakan penolakan pembangunan PLTA Batangtoru untuk berfikir komprehensif. Penolakan tersebut berarti penggunaan energi berbasis fosil seperti batubara dan minyak bumi akan berlangsung terus.

“Kalau semua pembangunan pembangkit energi terbarukan dihadang dengan isu lingkungan, tidak akan ada investor yang mau masuk. Maka komitmen kita untuk menurunkan emisi GRK akan terancam. Lalu kita akan terus menerus membakar batubara yang membuat dampak buruk perubahan iklim menjadi-jadi,” tutur dia.

Sonny menegaskan, pengembangan proyek pembangkit listrik bukanlah tanpa risiko. Untuk itu, harus dipilih proyek yang memiliki risiko paling dan dan dilakukan mitigasi terhadap dampak yang mungkin ditimbulkan.

Dia juga mengingatkan, pengembangan energi terbarukan yang memanfaatkan sumber daya alam yang ada di dalam negeri akan mengurangi impor bahan bakar minyak yang berarti penghematan devisa. “Untuk PLTA Batangtoru, akan menggantikan pembangkit diesel terapung yang kita sewa dari Turki dengan biaya besar dan masih menggunakan minyak bumi. Jika bisa memanfaatkan sumber daya di dalam negeri, tentu akan lebih baik dan lebih murah,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyatakan, untuk memastikan kelestarian orangutan, pihaknya memerintahkan agar pengembang PLTA Batangtoru menjaga koridor orangutan yang ada. Dia juga menyatakan, sudah menginstruksikan agar pengembang PLTA memperkuat dokumen Amdal untuk mengakomodasi keberadaan orangutan di sekitar lokasi pengembangan.

Tim KLHK juga sudah lebih dari satu bulan memantau secara khusus pergerakan orangutan dan aktivitas pengembangan PLTA. Hasilnya, tak seperti dikampanyekan sejumlah kalangan, orangutan ternyata masih eksis dan bisa hidup berdampingan dengan aktivitas manusia.

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement