REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Asosiasi Perusahan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Bali mendukung pemerintah pusat dan daerah untuk memperbaiki tata niaga pasar wisatawan mancanegara (wisman) asal Cina, khususnya yang berada di Bali. Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asita Bali, Ketut Ardana mengatakan perbaikan ini ke depannya akan meningkatkan kualitas pariwisata di Pulau Dewata.
"Paket-paket wisata murah (zero tour free) yang dipraktikkan wisman Cina ini jelas merusak citra pariwisata Bali," kata Ardana, Kamis (25/10).
Ardana menilai bisnis tak sehat dengan mempraktikkan zero tour free ini merugikan seluruh pihak, wisatawan juga destinasi pariwisata. Turis yang datang ke Bali tentunya menginginkan pengalaman berwisata khas daerah yang dituju, mulai dari keindahan alam, budaya, kuliner, dan masyarakat lokalnya.
Asita Bali, ujar Ardana mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk menginvestigasi menyeluruh praktik-praktik serupa di berbagai destinasi di Indonesia. Pemerintah Provinsi Bali baru-baru ini menemukan langsung toko-toko pelaku usaha Cina yang beroperasi ilegal dengan mempekerjakan karyawan asing dan tidak menjual barang-barang lokal di Bali.
Dalam praktiknya, turis Cina di Bali terikat dalam paket wisata yang telah disusun agen perjalanan. Turis misalnya sudah diarahkan berbelanja ke toko-toko tertentu yang sudah terafiliasi dengan agen dan biasanya harga jual barang-barang di toko tersebut lebih tinggi.
Metode pembayarannya juga menggunakan sistem nontunai ala Cina, seperti aplikasi WeChat yang belum berizin di Indonesia. Kecurangan-kecurangan ini merugikan Bali dan wisatawan itu sendiri.
Tenaga Ahli Menteri Bidang Pemasaran dan Kerjasama Pariwisata di Kementerian Pariwisata, I Gde Pitana dalam keterangannya di Jakarta menyampaikan pemerintah menyiapkan tiga skenario mengatasi masalah ini. Pertama, memberlakukan batas bawah supaya industri pariwisata, khususnya di Bali tidak terperangkap persaingan harga murah.
Kedua, melarang sistem kartel dengan membatasi kunjungan ke toko-toko yang diduga dimiliki pelaku usaha asing, misalnya milik warga Cina di Bali. Ketiga, pemerintah Indonesia dan Cina bersepakat melakukan seleksi terhadap operator wisata kedua negara.
"Tujuannya supaya tak ada citra buruk bagi kedua belah pihak," katanya.
Kementerian Pariwisata, kata Pitana juga telah menghubungi Konsulat Jenderal Cina di Bali dan mengajak melakukan pengawasan bersama.