Selasa 23 Oct 2018 17:55 WIB

BI Diprediksi Naikkan Suku Bunga pada Desember

Kenaikan bunga acuan BI akan mengikuti kebijakan bank sentral AS.

Rep: Iit Septyaningsih/Idealisa Masyrafina/ Red: Nur Aini
 Pejalan kaki melintas didekat logo Bank Indonesia (BI), Jakarta, Ahad (1/10).
Foto: Republika/Prayogi
Pejalan kaki melintas didekat logo Bank Indonesia (BI), Jakarta, Ahad (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) diprediksi akan menaikkan suku bunga pada Desember mendatang. Menurut Ekonom Senior Indef Aviliani, suku bunga acuan akan dinaikkan pada Desember setelah bank sentral AS Federal Reserve kembali menaikkan suku bunga acuannya.

Meskipun ada kemungkinan untuk menaikkan kembali suku bunga acuan BI, ia memprediksi sektor perbankan tidak akan merespons dengan kenaikan suku bunga.

Menurut Aviliani, bank akan lebih memilih untuk menurunkan net interest margin (NIM), karena suku bunga yang tinggi akan menahan nasabah untuk mengambil kredit di perbankan. Apalagi, dia mengatakan likuiditas di bank umum kelompok usaha (BUKU) 3 dan 4 sangat besar, dan mereka akan berusaha mendorong penyaluran kredit sesuai target.

Selain itu, perbankan saat ini telah memiliki sumber permodalan lain yakni dengan mengeluarkan obligasi yang membuat biaya dana (cost of fund) lebih kecil.

"Jadi nanti kalaupun dinaikkan kembali BI 7 Day Reverse Repo-nya, perbankan tidak akan secara otomatis menaikkan suku bunga, marginnya yang tergerus. makanya harus punya fee based income," kata Aviliani.

Sementara itu, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2018 tidak sekuat perkiraan terutama dipengaruhi penurunan ekspor neto. Meski begitu, konsumsi tetap baik didukung daya beli yang terjaga dan belanja terkait pemilu serta keyakinan konsumen yang tetap tinggi.

Investasi, kata dia, pun masih tumbuh cukup tinggi. Hal itu ditopang, baik oleh investasi bangunan, terkait proyek infrastruktur dan properti, maupun investasi nonbangunan.

"Namun, kenaikan pertumbuhan ekspor tidak sekuat proyeksi, di tengah impor yang tumbuh tinggi. Pertumbuhan ekspor lebih terbatas disebabkan kinerja ekspor komoditas andalan seperti pertanian dan pertambangan, yang tidak sekuat perkiraan," tutur Mirza.

Sedangkan impor, kata Mirza, tumbuh tinggi sejalan permintaan domestik meskipun pertumbuhan impor bulanan menunjukkan perlambatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement