REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) mendorong generasi milenial untuk menjadi pengusaha properti yang mumpuni. Salah satunya dengan aktif melakukan edukasi kepada mahasiswa dan pelajar di berbagai kampus dan sekolah di Indonesia.
“Kehadiran generasi milenial di industri properti sangat dibutuhkan karena mereka dapat memberikan inovasi yang tepat untuk pengembangan dan pemasaran produk hingga akses pembiayaan untuk generasi yang kelak mendominasi 34 persen populasi masyarakat Indonesia pada tahun 2020 nanti,” kata Direktur Utama Bank BTN Maryono saat membuka workshop bertajuk Property Entrepreneurship for Millenials Generation di Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB), Jawa Barat, Sabtu (20/10).
Maryono menjelaskan, edukasi sangat penting dilakukan bagi generasi melinial agar mau terjun menggarap bisnis properti. Pasalnya, prospek investasi properti saat ini sangat menjanjikan. Hal ini seiring dengan maraknya pembangunan infrastruktur dan perkembangan transportasi massal yang menjangkau daerah pelosok hingga kota-kota besar di seluruh Indonesia.
“Kehadiran Bank BTN di kampus, berdirinya Housing Finance Center untuk memberikan workshop, pelatihan dan pengembangan merupakan salah satu strategi kami meningkatkan jumlah pengusaha properti serta kualitas para developer,” ujar Maryono.
Menurut Maryono, ada delapan alasan mengapa menjadi pengusaha properti menarik yaitu ketersediaan lahan yang terbatas membuat investor memegang kontrol, daya juang ketika berinvestasi sangat tinggi, nilai aset dapat ditingkatkan dengan modal minimum, mendapatkan capital gain dan cashflow, tidak menyita waktu, bank lebih suka memberikan pinjaman dengan jaminan properti dan investasi properti menjadi favorit investor besar/kaya.
Maryono optimistis, para generasi milenial berpotensi sukses bergelut di sektor properti di Indonesia karena prospeknya yang cemerlang. Berdasarkan peringkat Top Cities for Real Estate Investment 2018 dari PriceWaterhouse Coopers (PwC), Jakarta menempati urutan ke lima setelah Bangalore, Bangkok, Guangzhou dan Ho Chi Minh City.
“Artinya banyak investasi yang mengalir ke Jakarta, tapi tidak menutup kemungkinan kota besar lainnya di Indonesia juga berkembang dan menarik investasi properti karena sejumlah faktor diantaranya perhatian pemerintah terhadap kebutuhan rumah lewat program sejuta rumah, pertumbuhan jumlah penduduk, perkembangan infrastruktur dan digitalisasi di dunia bisnis yang makin efisien,” paparnya.
Maryono menjelaskan, ketertarikannya mengajak generasi milenial menjadi pengusaha properti, karena mereka diproyeksi menjadi tulang punggung ekonomi bangsa yang menentukan masa depan Indonesia. Untuk itu, Maryono berharap generasi milenial melirik bisnis properti yang ceruknya masih besar dan belum tergarap maksimal.
Dalam catatan Bank BTN, selisih kebutuhan rumah dengan kapasitas pengembang masih lebar di Indonesia. Adapun kebutuhan rumah masih besar, yakni sebesar 800 ribu unit per tahun, sementara kapasitas pembangunan rumah para pengembang hanya sebesar 250 ribu hingga 400 ribu unit per tahun.
Minimnya pasokan membuat daya dorong sektor perumahan terhadap PDB Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2017 hanya mencapai 2,8 persen. Angka ini sangat rendah dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia mencapai di atas 20 persen dan Thailand sebesar 8 persen.
“Padahal jika investasi properti meningkat kebutuhan rumah masyarakat terpenuhi dan setidaknya 170 industri turunan lainnya ikut terdongkrak dan banyak lapangan pekerjaan berkembang yang pada akhirnya bisa mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Maryono.
Maryono menjelaskan, dalam bisnis properti terdapat sisi pasokan dan sisi permintaan yang keduanya harus diperhatikan. Karena itu, Bank BTN tidak hanya mengembangkan pembiayaan perumahan untuk menangkap permintaan konsumen (demand) namun juga memperhatikan sisi pasokan.
Bank BTN merangkul pengembang dengan pemberian kredit properti dan konstruksi dan pengembangan jumlah wirausaha. Jumlah wirausaha di Indonesia berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UMKM tergolong minim yaitu sebesar 7,8 juta orang dari sekitar 252 juta orang penduduk Indonesia.
Dengan jumlah tersebut, Global Entrepreneurship Index tahun 2018 menempatkan Indonesia di posisi 94 dari 137 negara, di bawah Malaysia di urutan 58 dan Thailand di urutan 71 dan kalah dibandingkan Singapura yang bertahta di urutan 27.
Sementara itu Dekan Fakultas Ekonomi dan Managemen IPB, Nunung Nuryantono menjelaskan kegiatan ini terlaksana atas dukungan yang luar biasa dari Bank BTN yang telah membantu kami melaksanakan kegiatan ini, dimana kegiatan tersebut diikuti sekitar 1600 mahasiswa terutama mahasiswa tingkat satu yang mengambil mata kuliah kewirausahaan.
"Ini tentunya sejalan dengan semangat kita membangun kewirausahaan sebagai salah satu masa depan yang memberikan optimisme ketika mahasiswa menyelesai studi," ujarnya.
Hal senada diungkapkan Rektor IPB, DR Arif Satria yang mengatakan pihaknya sudah mendeklarasikan diri sebagai technososio enterpreneurship yang akan menghasilkan technopreneurs dan sosiopreneur, dimana kedua hal ini membutuhkan tiga keahlian antara lain hard skill, soft skill dan ada yang sifatnya karakter.
"Ketika kita memiliki jiwa kewirausahan yang sangat kuat, maka kita dituntut untuk bisa lebih kreatif, dimana kompetisi tersebut berbasis adu kreativitas dan imajinasi," tegasnya.
Ditambahkan, tentunya IPB berterimakasih kepada Bank BTN yang sudah mendukung kegiatan IPB tersebut, salah satunya membangun BTN Zone dan rencana akan membangun rumah kreativitas BUMN di lingkungan IPB.