Kamis 18 Oct 2018 16:08 WIB

Ini Saran Gaikindo untuk Mobil Listrik

Selain baterai, infrastruktur listrik juga harus diperhatikan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Anak-anak menaiki mobil listrik karya Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta pada acara Bekfraf Habibie Festival di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta, Ahad (23/9).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Anak-anak menaiki mobil listrik karya Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta pada acara Bekfraf Habibie Festival di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta, Ahad (23/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) memberi dukungan terhadap pengembangan mobil listrik Indonesia. Hanya saja, pemerintah harus melakukan kajian mendalam terhadap rumusan kebijakan yang kini tengah digarap dalam bentuk draft peraturan presiden (perpres). Khususnya untuk membangun industri baterai dalam negeri terlebih dahulu.

Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi menjelaskan, pembangunan industri baterai dalam negeri memungkinkan perakitan mobil listrik dapat dilaksanakan secara lebih hemat. Apabila tidak memiliki manufakturnya, Indonesia harus mengimpor dari sejumlah negera seperti Cina. 

"Jadi, kalau mau buat mobil listrik boleh dan bisa, tapi utamanya buat baterai dahulu," ucapnya ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (18/10).

Nangoi menuturkan, anjurannya untuk fokus terhadap industri baterai bukan tanpa alasan. Baterai untuk mobil listrik harus segera didaur ulang setelah masa pemakaian 10 sampai 15 tahun dan membutuhkan proses yang tidak mudah. Apabila tidak segera dipikirkan, ia cemas pengembangan mobil listrik ini hanya berjalan setengah-setengah.

Tidak hanya lebih hemat, pembangunan industri baterai juga akan memberikan lapangan kerja baru termasuk dalam bidang penelitian dan pembangunan (litbang). Pemerintah juga sebaiknya segera memikirkan pengolahan limbah baterai. Nangoi menjelaskan, intinya, pengembangan mobil listrik jangan semata memikirkan ‘cangkang’ dan sisanya impor.

Nangoi menganjurkan, pemerintah juga harus fokus mencari investor untuk mengembangkan industri baterai. Sebab, biaya yang dibutuhkan untuk membangun manufaktur ini tidak sedikit. General Motors (GM) yang bekerja sama dengan LG membutuhkan dana investasi sekitar 4,5 miliar dolar AS untuk mengembangkan baterai. 

Selain baterai, infrastruktur listrik juga harus diperhatikan. Nangoi mengingatkan, produsen harus mampu menyiapkan fasilitas manufaktur yang mampu mengoperasikan untuk produksi mobil listrik ini. “Belum lagi, ketersediaan listrik dari PLN. Idealnya, kalau mau mengembangkan (mobil listrik), jaringan harus merata,” tuturnya.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sudah rampung mengkaji rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang kendaraan bermotor listrik. Kemenperin mengirim resmi draf kebijakan tersebut kepada Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman pada Senin (15/10) untuk dikoordinasikan dan dimintakan persetujuan dari Presiden Joko Widodo.

Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kemenperin, Putu Juli Ardika menjelaskan, Perpres kendaraan listrik ini merupakan peralihan pembahasan yang sebelumnya dilakukan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Peralihan ini telah disepakati antar kementerian sejak April di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.

Putu menuturkan, peralihan pembahasan disebabkan masih terdapat pasal-pasal khususnya yang terkait dengan bab mengenai pengembangan industri dalam draf Perpres. "Kami anggap (pasal itu) belum sejalan dengan arah dan kebijakan industri otomotif nasional sehingga perlu diselaraskan dengan peraturan dan perundangan yang mengaturnya," ujarnya dalam keterangan yang diterima, Rabu (17/10).

Baca juga, Kemenperin Selesaikan Kaji Perpres Kendaraan Listrik

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement