Selasa 16 Oct 2018 13:13 WIB

Kemendes PDTT Bahas Peningkatan Manajemen Konflik

Ditjen PDTu telah memiliki data pemetaan potensi konflik di 41 daerah tertinggal.

Kemendes PDTT  tingkatkan manajemen pengelolaan konflik bersama dengan beberapa Kementerian/Lembaga.
Foto: Kemendes PDTT
Kemendes PDTT tingkatkan manajemen pengelolaan konflik bersama dengan beberapa Kementerian/Lembaga.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) tingkatkan manajemen pengelolaan konflik bersama dengan beberapa Kementerian/Lembaga (K/L) melalui instrumentasi data, Senin (15/10). Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu (Ditjen PDTu) melalui Direktorat Penanganan Daerah Pascakonflik tahun ini telah memiliki data pemetaan potensi konflik yang berada di 41 kabupaten daerah tertinggal.

“Sudah ada dokumen terkait pemetaan potensi konflik di daerah-daerah tersebut,” terang Plt Dirjen PDTu Aisyah Gamawati.

Ia juga mengatkan bahwa setelah data terkumpul perlu ditekankan untuk tindak lanjutnya. “Jangan hanya disimpan dibalik bantal,” canda Aisyah seperti dalam siaran persnya, Selasa (16/10).

 

Data-data tersebut lebih lanjut untuk ditampilkan dengan desa-desa prioritas dari Kemendes PDTT termasuk 5.000 dan 2.000 desa sebagaimana tercantum dalam RPJMN 2015-2019. “Overlay tidak hanya dengan data dari K/L lain, penting juga melakukan overlay dengan internal Kemendes PDTT utamanya unit yang membidani persoalan desa seperti Ditjen PPMD dan Ditjen PKP," tambah Aisyah.

 

Sebagai acuan nasional, pengelolaan konflik mengacu kepada Undang Undang nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial serta menggunakan basis data yang dikeluarkan oleh Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, yaitu Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK). SNPK ini mencatat tingkat kejadian pada level nasional.

Sementara itu, dalam upaya untuk menjaga perdamaian dan mengelola perdamaian di daerah pascakonflik seringkali daerah merasa enggan dengan sebutan daerah konflik maupun pascakonflik. “Seperti kemarin, ketika kami lakukan penguatan pranata adat di Kabupaten Landak, Bupati setempat berkeberatan dengan terminologi itu, namun kami coba jelaskan bahwa pasca konflik itu tidak selalu terkait dengan pada saat konflik, namun pernah mengalami konflik, akhirnya beliau menerima”, terang Direktur Penanganan Daerah Pascakonflik, Sugito.

Ia menjelaskan bahwa direktoratnya sendiri melakukan ini dalam rangka penciptaan Daerah Tangguh Konflik (DTK). “Kita punya tiga indikator utama untuk mencapai itu, yaitu kapasitas ketahanan masyarakat, kepasitas kelembagaan, dan tata kelola cegah konflik," tambah Sugito.

Menurutnya, beragam bentuk fasilitasi sudah mulai dijalankan sejak 2015 lalu, termasuk penguatan pranata adat yang masih menyisakan dua lokasi lagi di tahun 2018 ini. “Tahun depan akan kami sasar 24 Kabupaten untuk kami perkuat supaya menjadi Daerah Tangguh Konflik,” tegasnya.

 

Pertemuan tersebut menghadirkan berbagai pihak mulai dari Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Ditjen PPMD dari sektor pemerintah. Sedangkan dari sektor LSM hadir Institut Titian Perdamaian. Kegiatan diselenggarakan pada 15 Oktober 2018 di Hotel Grand Cemara Jakarta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement