Jumat 12 Oct 2018 12:57 WIB

Bank Dunia: Perubahan Iklim Ancaman Bagi Negara Termiskin

Perubahan iklim dan SDM jadi fokus pembahasan dalam pertemuan IMF-Bank Dunia di Bali

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) berbincang dengan Presiden Grup Bank Dunia Jim Yong Kim (kanan) sebelum melakukan sesi foto bersama para menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara G20 dalam rangkaian Pertemuan Tahunan IMF - World Bank Group 2018 di Bali Nusa Dua Convention Center, Nusa Dua, Bali, Kamis (11/10).
Foto: Antara/ICom/AM IMF-WBG/Nicklas Hanoatubun
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) berbincang dengan Presiden Grup Bank Dunia Jim Yong Kim (kanan) sebelum melakukan sesi foto bersama para menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara G20 dalam rangkaian Pertemuan Tahunan IMF - World Bank Group 2018 di Bali Nusa Dua Convention Center, Nusa Dua, Bali, Kamis (11/10).

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Perubahan iklim dan modal sumber daya manusia (SDM) menjadi dua fokus utama Bank Dunia yang dibahas selama sepekan pertemuan tahunan di Bali. Presiden Grup Bank Dunia (World Bank Group), Jim Yong Kim mengatakan keduanya adalah masalah jangka panjang yang penting bagi seluruh negara, baik itu negara maju, negara berkembang, negara kaya, atau negara miskin.

"Pertemuan tahunan selama ini terlalu fokus pada masalah jangka pendek, mulai dari dampak kenaikan suku bunga, penurunan harga komoditas, atau pergeseran imbal hasil obligasi. Kita perlu fokus pada masalah jangka panjang," kata Kim di Hotel Westin, Nusa Dua, Jumat (12/10).

Baca Juga

Perubahan iklim menjadi ancaman eksistensial terhadap perkembangan global. Suhu Bumi yang kian panas berdampak pada negara termiskin dan terentan.

Laporan terbaru Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyebutkan suhu Bumi perlu dijaga tetap di bawah dua derajat celsius. Jika tidak, ini akan berdampak negatif pada seluruh makhluk hidup di planet ini.

"Waktu kita semakin sedikit dan ini sangat mendesak," kata Kim.

Bank Dunia juga mendorong seluruh pemimpin negara berpandangan jauh ke depan dalam hal SDM. Kim mengakui pemerintah negara kaya dan miskin sama-sama berjuang mendanai sektor kesehatan dan pendidikan.

Ini mendorong Bank Dunia tahun ini pertama kalinya meluncurkan Indeks SDM (Human Capital Index). Tujuannya mendorong banyak negara berinvestasi pada SDM.

"SDM salah satu investasi paling cerdas untuk mendorong ekonomi inklusif," katanya.

Seperempat anak muda di dunia mengalami gizi kronis dan penyakit pertumbuhan, khususnya kekerdilan atau stunting. Ini secara permanen memengaruhi perkembangan kognitif anak, performa di sekolah, dan penghasilan di masa depan.

Dokter dan antropolog berdarah Korea-Amerika ini khawatir gizi buruk membuat anak-anak masa depan tidak dapat bersaing secara ekonomi. Indeks SDM membuktikan dengan berinvestasi di sektor kesehatan dan pendidikan, anak-anak secara signifikan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan membentuk sebuah negara lebih maju.

Singapura menempati posisi teratas dari 157 negara dengan skor SDM 0,88, disusul Korea Selatan (0,84), Jepang (0,84), Hong Kong (0,82), dan Finlandia (0,81). Indonesia menempati rangking ke-87 dengan skor 0,53. Ini berarti produktivitas satu anak yang lahir di negara ini bisa mencapai 53 persen jika dibekali pendidikan dan kesehatan yang baik.

Capaian Indonesia lebih baik dari rata-rata negar berpenghasilan menengah ke bawah yang skornya rata-rata 0,48. Meski demikian, Indonesia masih di bawah rata-rata negara Asia Timur dan Pasifik dengan skor 0,62. Ini merupakan kemajuan besar dalam beberapa tahun terakhir mengingat masih ada defisit modal manusia akibat kurangnya modal investasi selama beberapa dekade.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement