Kamis 11 Oct 2018 15:03 WIB

Ini Program Kemendes di Daerah Tertinggal Sumbar

Ada tiga daerah di Sumatra Barat yang masih katagori tertinggal.

Rapat Koordinasi Penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD)-PPDT Provinsi Sumatra Barat TA 2018, (9/10).
Foto: kemendes pdtt
Rapat Koordinasi Penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD)-PPDT Provinsi Sumatra Barat TA 2018, (9/10).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Direktur Perencanaan dan Identifikasi Daerah Tertinggal Ditjen PDT Kemendesa PDTT Rafdinal merekomendasikan beberapa hal untuk diterapkan di daerah tertinggal di Sumatra Barat. Hal itu dikatakannya saat menjadi pembicara di Rapat Koordinasi Penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD)-PPDT Provinsi Sumatra Barat TA 2018, (9/10).

Provinsi Sumatra Barat merupakan salah satu provinsi yang mendapat limpahan kewenangan untuk menyusun dokumen RAD. Provinsi Sumatera Barat memiliki 3 kabupaten yang termasuk dalam daerah tertinggal yaitu Solok Selatan, Pasaman Barat, dan Kepulauan Mentawai dengan penyebab ketertinggalan utamanya adalah karakteristik daerah dan kemampuan keuangan daerah.

Sesuai Keputusan Presiden RI Nomor 26 Tahun 2018, program dan kegiatan PPDT di Kabupaten Pasaman Barat berupa pengembangan potensi ekonomi lokal serta informasi dan telekomunikasi (infotel), untuk Kabupaten Kepulauan Mentawai berupa pengembangan potensi ekonomi lokal, aksesibilitas, dan infotel, sedangkan Kabupaten Solok Selatan berupa pengembangan potensi ekonomi lokal, pembangunan dan revitasasi pasar, sumber daya air, dan infotel.

RAD adalah salah satu dokumen perencanaan yang secara teknis penyusunannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Pemerintah Pusat, dalam konteks ini yaitu Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal (Ditjen PDT) melimpahkan kewenangannya kepada Pemerintah Provinsi untuk mengelola penyusunan Dokumen RAD dengan harapan data yang tertuang dalam dokumen tersebut lebih real, sehingga dengan tepat dijadikan dasar perencanaan program dan kegiatan dalam upaya pengentasan daerah tertinggal.

Untuk mendukung pelaksanaan penyusunan dokumen RAD, Ditjen PDT memberikan dana dekonsentrasi ke Pemerintah Provinsi yang memiliki kabupaten tertinggal. Pelimpahan kewenangan ini merupakan langkah strategis Ditjen PDT dalam melaksanakan salah satu fungsinya yaitu mengentaskan daerah tertinggal melalui Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT) sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2014.

Saat ini, sesuai dengan Peraturan Presiden RI Nomor 131 Tahun 2015, Indonesia memiliki 122 daerah tertinggal yang tersebar dalam 24 provinsi, yang sudah seharusnya mendapatkan perhatian lebih dalam perencanaan pembangunan nasional.

Dalam kesempatan itu Rafdinal membawakan paparan berjudul Kondisi dan Rekomendasi Percepatan Pembangunan Kabupaten Tertinggal. Rapat tersebut dihadiri beberapa OPD Provinsi Sumatera Barat dengan maksud mensinkronisasi sistematika dokumen RAD-PPDT Provinsi Sumatra Barat sesuai Peraturan Dirjen PDT Nomor 30 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Dokumen RAD-PPDT Tahun 2020.

"Rapat koordinasi ini juga bertujuan untuk mengevaluasi usulan kebutuhan kabupaten tertinggal di Provinsi Sumatra Barat," kata Rafdinal.

Dokumen RAD-PPDT Provinsi Sumatera Barat TA 2018 adalah juga dokumen perencanaan yang akan dituangkan ke dalam Rancangan Rencana Aksi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (RAN-PPDT) Tahun 2020.

Dalam kesempatan tersebut juga, Direktur PIDT menyampaikan PPDT dapat dilaksanakan dengan pendekatan Revolusi Industri 4.0 melalui konsep e-commerce dan smart farming yang sedang digaungkan oleh Ditjen PDT. Potensi ekonomi digital seperti perkembangan jasa keuangan yang berbasis teknologi seperti model layanan mempertemukan pemberi pinjaman dengan peminjam melalui aplikasi, dan untuk Smart Farming hasil implementasi Internet of Things (IOT) untuk mempercepat pembangunan daerah tertinggal dengan meningkatkan produksi hasil pertanian berupa Drone Sprayer, peningkatan perikanan berupa Water Debit Sensor, dan Cow Health untuk peternakan.

Produk dan konsep tersebut menjadi upaya kekinian PPDT sesuai perkembangan zaman untuk percepatan pembangunan daerah tertinggal. Konsep ini juga memberikan alur pengelolaan potensi daerah yang lebih efektif, efisien, dan menguntungkan daerah tertinggal. Dampak positif yang diharapkan adalah setiap kabupaten daerah tertinggal dapat memaksimalkan produk unggulannya, memperluas jaringan pasar, dan dengan cepat melakukan branding kedaerahan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement