Rabu 10 Oct 2018 14:34 WIB

Dampak Perang Dagang tak Sebesar di Negara Tetangga

Perang dagang menimbulkan risiko penurunan ekspor dari Amerika Serikat dan Cina.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Friska Yolanda
Tiga mantan menteri keuangan Indonesia berbagi panggung dalam forum bertajuk
Foto: Republika/Ahmad Fikri Noor
Tiga mantan menteri keuangan Indonesia berbagi panggung dalam forum bertajuk "Inclusive Economic Growth: Reducing Poverty and Inequality" yang digelar di Kuta, Bali pada Rabu (10/10). Agenda tersebut merupakan acara paralel dari Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia 2018. Tiga orang itu adalah Menkeu era Presiden Abdurrahman Wahid, Bambang Sudibyo, Menkeu era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Chatib Basri, dan Menkeu di periode awal pemerintahan Presiden Joko Widodo, Bambang Brodjonegoro yang kini menjabat Menteri PPN/Kepala Bappenas.

REPUBLIKA.CO.ID, KUTA -- Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menilai, dampak perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina akan memberikan dampak ke Indonesia. Akan tetapi, menurut akademisi Universitas Indonesia itu, dampak di Indonesia tidak sebesar dengan dampak di negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. 

"Pasti akan ada dampaknya bagi Indonesia. Tetapi, Indonesia pasar domestiknya luas sehingga dampak perang dagang tidak akan sebesar Malaysia atau Singapura," kata Chatib di Kuta, Bali pada Rabu (10/10). 

Pernyataan Chatib merupakan respons atas proyeksi ekonomi dunia dari Dana Moneter Internasional (IMF). IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,9 persen menjadi 3,7 persen pada 2018. Begitu pula pertumbuhan ekonomi Indonesia yang direvisi dari 5,3 persen menjadi 5,1 persen. 

Chatib mengatakan, perang dagang AS-Cina akan menimbulkan risiko penurunan ekspor dari dua negara tersebut. Jika ekspor Cina menurun, permintaan bahan baku dari industri manufakturnya pun akan menurun. Hal ini kemudian bisa berdampak pada penurunan ekspor dari sejumlah negara termasuk Indonesia dan negara ASEAN lainnya. 

Meski begitu, Chatib menilai, kondisi Indonesia masih cukup baik karena memiliki kekuatan di pasar domestik. Berbeda halnya dengan Malaysia atau Singapura yang mengandalkan ekspor dalam perekonomiannya. 

"Makanya pertumbuhannya hanya diturunkan jadi 5,1 persen. Kalau negara lain bisa lebih besar," kata Chatib.

Baca juga, IMF: Pertumbuhan Ekonomi Global Stagnan

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement