Selasa 09 Oct 2018 15:45 WIB

Green Sukuk Tetap Jadi Andalan di 2019

Angka penerbitan sukuk hijau menunggu kesepakatan APBN bersama parlemen.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Friska Yolanda
Menteri Keuangan Sri Mulyani bersiap-siap melakukan wawancara khusus dengan sejumlah wartawan di area penyelenggaraan pertemuan tahunan IMF World Bank Group 2018 di Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10).
Foto: Antara/Zabur Karuru
Menteri Keuangan Sri Mulyani bersiap-siap melakukan wawancara khusus dengan sejumlah wartawan di area penyelenggaraan pertemuan tahunan IMF World Bank Group 2018 di Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10).

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Pemerintah Indonesia mempertimbangkan untuk kembali menerbitkan surat utang syariah untuk pembangunan proyek berbasis lingkungan, atau biasa disebut green sukuk. Langkah ini diambil karena penerbitan green sukuk untuk pertama kalinya pada Maret 2018 lalu mendapat respons positif dari pasar. Green sukuk juga sebagai respons pemerintah untuk ikut menanggulangi perubahan iklim.

Pada Maret 2018 lalu, pemerintah menerbitkan sukuk negara di pasar global (global sukuk) senilai total 3 miliar dolar AS. Sukuk negara ini terdiri atas global green sukuk senilai 1,25 miliar dolar AS (setara Rp 16,7 triliun) dan regular global sukuk senilai 1,75 miliar dolar AS. Respons pasar terhadap penerbitan sukuk hijau ternyata positif. Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai bahwa ketertarikan investor terhadap sukuk hijau berlatar keinginan pasar untuk menambah portofolio mereka. 

"Mereka (investor) bukan lagi money machine, mereka memikirkan portofolio. Itulah mengapa kami terbitkan green sukuk," ujar Sri saat mengisi salah satu sesi di Pertemuan Tahunan IMF-WB di Nusa Dua, Bali, Selasa (10/10).

Meski tetap mengandalkan sukuk hijau sebagai salah satu instrumen pembiayaan selain regular sukuk dan regular bond, pemerintah masih belum punya kepastian berapa nilai yang akan diterbitkan pada 2019 nanti. Kementerian Keuangan baru akan memutuskan angka penerbitan sukuk hijau untuk 2019 setelah ada kesepakatan terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 bersama parlemen. Namun yang jelas, sukuk hijau masih menjadi opsi pilihan di tengah alternatif sumber pembiayaan. 

Sri mengatakan, pihaknya secara berkala melakukan roadshow untuk mempromosikan sukuk hijau di berbagai negara. Green sukuk yang ditawarkan Indonesia pun, ujar Sri, sesuai dengan underlying project yang sedang digarap di Indonesia. Sejumlah proyek yang diincar oleh investor antara lain, proyek energi baru terbarukan dan proyek transportasi hijau. Proyek energi baru terbarukan seperti pembangkit listrik panas bumi, pembangkit listrik mikro hidro, dan pembangkit listrik tenaga solar. Sementara proyek transportasi hijau, termasuk proyek MRT dan LRT yang sedang digarap di Jakarta. 

"Saya optimistis, dengan reputasi yang dimiliki Indonesia dalam terbitkan sukuk dan bond, Indonesia bisa menggaet investor," ujar Sri.

Sementara itu, Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Emma Sri Martini menambahkan bahwa pihaknya juga mulai tergerak untuk menerbitkan sukuk hijau. Sayangnya, rencana penerbitan sukuk hijau oleh PT SMI sempat tertunda karena belum ada underlying project yang cocok dengan kemauan investor. Akhirnya, pada Juli 2018 lalu PT SMI memilih menerbitkan green bond dengan nilai Rp 500 miliar. 

"Makanya kami tertarik sekali untuk sukuk hijau ini. Cuma tentu, kami harus carikan dulu underlying-nya," kata Emma. 

Baca juga, Pemerintah akan Luncurkan Dana Investasi Kolektif

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement