Sabtu 29 Sep 2018 10:09 WIB

Mengungkap Kendala Hunian MBR

Birokrasi yg rumit terutama di daerah, juga menyulitkan pengembang di daerah

Rumah subsidi.
Foto: ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra
Rumah subsidi.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Jelang akhir tahun dan masih tingginya angka backlog perumahan masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla telah mematok target 1 juta rumah terselesaikan hingga akhir tahun ini, meski masih menghadapi sejumlah kendala di lapangan.

Menurut Dr Dadang Rukmana, Sekretaris Direktorat Jenderal  Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat lahan perumahan kian  terbatas dan harga terus naik, bahkan 70 persen pembangunan dilakukan secara swadaya dan pengembang non subsidi.

Di sisi lain harga yang ditawarkan perumahan subsidi saat ini sudah tidak menarik bagi pengembang yang harus berinvestasi untuk membeli lahan bagi proyek berikutnya. 

Dalam rancangan umum tata ruang (RUTR), tidak ada wilayah yang dikhususkan bagi pembangunan kawasan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sehingga kawasan MBR hanya berada di wilayah yang memiliki akses kurang baik.

Sebagai solusi pembangunan rumah MBR bisa  menggunakan lahan milik negara yang jumlahnya luar biasa. Termasuk didalamnya lahan pemda, bina marga, tanah wakaf, tanah negara yang terlantar dan sebagainya.

Sebagian lahan tersebut berada di kawasan primer. Apalagi saat ini telah dikembangkan konsep transit oriented development (TOD) di sejumlah wilayah yang dapat diintegrasikan dengan kawasan hunian MBR.

Masalah birokrasi yg rumit terutama di daerah, juga menyulitkan pengembang di daerah. Hal itu terjadi karena kebijakan pemerintah pusat yang belum sepenuhnya diserap pemerintah daerah.

Sehingga perlu kesepakatan pedoman agar dijalankan di daerah, termasuk  perlunya penghargaan dan skansi bagi pemda yang tidak mendukung kebiajakn tersebut. 

Saat ini rincian program sejuta rumah terdiri dari pembangunan hunian bagi MBR sebanyak 603.516 unit, rumah non MBR 250 ribu unit dan 146.484 unit yang dilakukan REI bersama masyarakat dan pengembang lain.

Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) akan tetap komit berjuang bersama pemerintah dalam merealisasikan target Program Sejuta Rumah (PSR). Meski sejumlah kendala masih terjadi di lapangan, namun REI yakin program tersebut dapat terealisasi.

Sepanjang 2017, REI sudah membangun sekitar 206 ribu unit rumah bersubsidi. Pencapaian tersebut, adalah raihan terbesar secara asosiasi.  Tahun ini, REI menargetkan pembangunan 230 ribu unit rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. 

Ketua Umum DPP REI, Soelaeman Soemawinata mengungkapkan kalau ditambah lagi dengan 178 ribu rumah nonsubsidi baik tapak maupun apartemen yang dibangun anggota REI pada 2017, maka tahun lalu kontribusi REI setidaknya mencapai 384 ribu unit atau hampir 40% dari capaian Program Sejuta Rumah (PSR). 

Sehingga bisa dikatakan REI adalah penyumbang terbesar dalam PSR. Ini sejalan dengan tagline REI sebagai garda terdepan membangun rumah rakyat yang dicanangkan kepengurusan REI yang baru.   

"Kita harus dukung terus program  ini karena kompetensinya ada di REI, jadi pengalaman kita ada disitu," kata Eman di sela diskusi perumahan yang digelar Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) Jumat (28/9).

Dengan membantu masyarakat membangun rumah, maka anggota REI bisa bekerja sekaligus beramal. Bekerja untuk bisnisnya, dan beramal karena membantu banyak orang yang ingin punya rumah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement