Kamis 27 Sep 2018 16:02 WIB

BI Naikkan Suku Bunga Acuan Menjadi 5,75 Persen

BI terus berupaya menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas aman

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Suku bunga Bank Indonesia
Foto: IST
Suku bunga Bank Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 26-27 September 2018 memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR). Kenaikannya sebesar 25 basis poin (bps) dari 5,25 persen menjadi 5,75 persen.

Suku bunga Deposit Facility juga naik sebesar 25 bps menjadi 5,00 persen. Lalu suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,50 persen.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, keputusan tersebut konsisten dengan upaya untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas aman. Sekaligus mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik sehingga dapat semakin memperkuat ketahanan eksternal Indonesia di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi.

"Keseriusan dan langkah-langkah konkret Pemerintah bersama Bank Indonesia untuk mendorong ekspor dan menurunkan impor akan berdampak positif dalam menurunkan defisit transaksi berjalan. Khususnya pada 2019 sehingga diprakirakan akan menjadi sekitar 2,5 persen PDB (Produk Domestik Bruto)," jelas Perry kepada wartawan di Jakarta, Kamis (27/9).

BI, kata Perry, akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat ketahanan eksternal. "Ke depan, Bank Indonesia akan mencermati perkembangan perekonomian seperti defisit transaksi berjalan, nilai tukar, stabilitas sistem keuangan, dan inflasi untuk menempuh langkah lanjutan guna memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," tuturnya.

Perlu diketahui, neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2018 tercatat defisit. Neraca perdagangan mencatat defisit 1,02 miliar dolar AS pada Agustus 2018, menurun dibandingkan dengan defisit neraca perdagangan bulan sebelumnya sebesar 2,01 miliar dolar AS.

Defisit neraca perdagangan tersebut terutama disebabkan peningkatan impor migas, terutama impor minyak mentah. Sementara itu, neraca perdagangan nonmigas kembali mengalami surplus seiring dengan menurunnya impor nonmigas, seperti impor mesin dan pesawat mekanik, besi dan baja, kendaraan dan bagiannya, bahan kimia organik, serta plastik dan barang dari plastik.

Hanya saja BI menilai, secara umum permintaan impor nonmigas masih tetap kuat sejalan dengan permintaan domestik yang masih tinggi. Dengan perkembangan tersebut, secara kumulatif Januari-Agustus 2018, neraca perdagangan Indonesia mencatat defisit 4,09 miliar dolar AS.

Dari kondisi ini, posisi cadangan devisa Indonesia tercatat cukup tinggi sebesar 117,9 miliar dolar AS pada akhir Agustus 2018 atau setara dengan pembiayaan 6,8 bulan impor atau 6,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement