Sabtu 15 Sep 2018 18:16 WIB

Pasar Domestik Tergerus, Semen Padang Optimalkan Ekspor

Penjualan semen yang menurun lebih karena ketatnya persaingan.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Esthi Maharani
Alat berat melakukan pengambilan batu kapur sebagai bahan baku semen, di Bukit Karang Putih, Indarung, Padang, Sumatera Barat, Jumat (19/2). Semen Padang mulai menyasar sejumlah proyek infrastruktur yang sedang digarap di Sumatra dan berbagai proyek di pelosok desa yang memanfaatkan dana desa.
Foto: ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Alat berat melakukan pengambilan batu kapur sebagai bahan baku semen, di Bukit Karang Putih, Indarung, Padang, Sumatera Barat, Jumat (19/2). Semen Padang mulai menyasar sejumlah proyek infrastruktur yang sedang digarap di Sumatra dan berbagai proyek di pelosok desa yang memanfaatkan dana desa.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Menyempitnya pasar domestik industri semen Tanah Air akibat merangsek masuknya pabrikan semen asing memaksa pemain dalam negeri lebih kreatif dalam merebut pangsa pasar. Produsen semen asal Sumatra Barat misalnya, PT Semen Padang, semakin melirik pasar asing setelah kompetisi pasar dalam negeri semakin ketat. Apalagi nilai tukar rupiah yang sedang melemah terhadap dolar AS justru dianggap menguntungkan eksportir.

"Sekarang pasar yang bagus itu ekspor. Masih menguntungkan, apalagi dolar sekarang lagi naik, ini berpengaruh terhadap ekspor kita," ujar Direktur Utama PT Semen Padang, Yosviandri, kepada media.

Yosviandri mengakui adanya tekanan yang cukup besar terhadap industri semen domestik setelah pemain asing, khususnya asal Cina, masuk ke Indonesia. Tren penjualan semen yang menurun dari tahun ke tahun, ujarnya, bukan disebabkan kualitas produk yang ikut menurun, namun lebih karena ketatnya persaingan. Sebagai gambaran, Yosviandri menyebutkan bahwa pangsa pasar semen di Indonesia bagian timur sudah 'dipegang' hingga 40 persen oleh produsen semen asal Cina.

"Belakangan ini penjualan Semen Padang mulai tergerus karena masuknya semen swasta, ini merupakan tantangan yang dihadapi karena ketatnya persaingan," katanya.

Semua dinamika pasar tersebut memaksa Semen Padang rela mengalami penurunan laba sejak 5 tahun terakhir. Pada 2012 lalu, Semen Padang mencatatkan laba bersih sebesar Rp 927,69 miliar. Angka ini sempat meningkat pada 2013 dengan laba Rp 1,04 triliun. Sayangnya, laba perusahaan kemudian merosot pada 2014 menjadi Rp 927,61 miliar. Terus merosot  pada 2015 dengan raihan Rp 722,83 miliar, Rp 723,80 miliar pada 2016, dan Rp 498,76 miliar pada 2017 lalu.

"Kami berharap di 2018 pencapaian laba bersih bisa meningkat di atas tahun 2017," kata Yosviandri.

Berbagai strategi dipancang manajemen baru Semen Padang bersama segenap insan perusahaan untuk kembali membangkitkan perusahaan yang berpusat di Indarung, Kota Padang ini.

"Upaya-upaya efisiensi yang kita lakukan menjadi harapan utama terdongkraknya kinerja keuangan," katanya.

Berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia (ASI), pada 2017 terdapat 15 perusahaan semen  dengan kapasitas terpasang 106,3 juta ton di Indonesia. Sementara konsumsi semen dalam negeri hanya 66 juta ton, dan ekspor 5 juta ton. Hal ini menegaskan adanya kelebihan kapasitas. Bahkan sebagian perusahaan juga terpaksa melakukan strategi dengan menurunkan harga semen, untuk memenangkan persaingan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement