Jumat 14 Sep 2018 18:59 WIB

Manajemen Risiko Pembangunan Infrastruktur Perlu Diperketat

Porsi pembiayaan infrastruktur yang bersumber dari APBN hanya 42,1 persen

Diskusi bulanan yang diadakan Policy Centre (Polcen) Iluni UI di kampus UI Salemba, Jakarta Pusat.
Foto: Iluni UI
Diskusi bulanan yang diadakan Policy Centre (Polcen) Iluni UI di kampus UI Salemba, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pembangunan infrastruktur dinilai bermanfaat untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan pekerjaan. Selain itu, pembangunan infrastruktur juga untuk memenuhi asas keadilan pembangunan di seluruh nusantara.

Ketua Dewan Pertimbangan Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI) Hotbonar Sinaga mengatakan pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, pembangkit listrik, pelabuhan, dan jalan kereta api membutuhkan dana besar. Pendanaannya tidak harus semuanya dipenuhi melalui APBN.

"Pendanaan infrastruktur bisa melalui kerja sama dengan investor dalam dan luar negeri melalui mekanisme PPP (public private partnership)," ujar dosen senior Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) ini di Jakarta.

Mantan dirut Jamsostek ini mengungkapkan hal itu dalam diskusi bulanan yang diadakan Policy Centre (Polcen) Iluni UI di kampus UI Salemba, Jakarta Pusat. "Namun dalam prosesnya perlu mengetatkan penerapan tata kelola yang baik, dan manejemen risiko untuk menghindari berbagai bentuk penyimpangan ataupun kebocoran seperti kasus Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Propinsi Riau," ujar dia menambahkan.

Dalam diskusi itu hadir pula sebagai pembicara Direktur Eksekutif Keuangan dan Penilai Proyek PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) Salustra Satria dan CEO Unit tim fasilitasi Pembiayaan infrastruktur Non Anggaran (FINA) Ekoputra Adijayanto. Lalu Direktur Pembiayaan dan Investasi PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Edwin Syahruza,  mantan direktur magister manajemen UI yang juga tim ekonomi Partai Gerindra Haryadin Mahardika, dan Febrio Kacaribu dari LPEM FEB UI.

Diskusi bulanan itu mengambil tema “Infrastruktur Era Jokowi: Pembiayaan dan Dampak". Hotbonar menilai, apa yang dilakukan pemerintahan Joko Widodo dalam melakukan Pembangunan infrastruktur secara agresif layak diapresiasi. Dalam waktu 3,5 tahun terakhir, pemerintah berhasil membangun jalan tol sepanjang 536 kilometer.

Belum lagi rencana jalan tol Trans-Jawa dari Merak hingga Banyuwangi yang akan diwujudkan pada 2019. Pembangunan infrastruktut ini kelak akan menarik investor asing untuk berinvestasi di dalam negeri.

Ekoputro menambahkan, porsi pembiayaan yang bersumber dari APBN hanya 42,1 persen. Itu pun hanya untuk yang sifatnya mendasar. Sehingga sekitar 57 persen pembiayaan infrastruktur berasal dari non-APBN.

“Bapenas yang menyadari keterbatasan kemampuan APBN/APBD sehingga berinisiatif membentuk tim fasilitasi pemerintah untuk pembiayaan investasi non-anggaran pemerintah atau PINA," ujar alumni FEB UI ini.

Masih soal pembiayaan infrastruktur, Salustra Satria menyatakan PII memberikan availability payment untuk proyek yang secara finansial tidak feasible tapi memberikan efek ekonomi yang baik. “Proyek yang ditangani PII dibuat secara transaparan dengan proses lelang terbuka untuk tercapainya good governance,” ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement