REPUBLIKA.CO.ID, Diasuh oleh: Dr Oni Sahroni, Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Pertanyaan:
Assalamualaikum wr wb.
Ustaz, bagaimana ketentuan syariah tentang tawarruq? Beberapa produk di luar negeri itu berbasis tawarruq.
(Albar, Jakarta)
Jawaban:
Waalaikumsalam wr wb.
Menurut standar syariah internasional, tawarruq munadzam itu hanya dibolehkan karena ada kebutuhan, di antaranya mengatasi likuiditas antarbank. Kesimpulan hukum ini berdasarkan telaah terhadap pendapat para ulama salaf dan pendapat otoritas fatwa internasional terkait dengan tawarruq.
Sesungguhnya praktik tawarruq masa salaf berbeda dengan tawarruq ini (tawarruq munadzom). Tawarruq berasal dari kata wariq yang berarti dirham atau uang. Kalau ada ungkapan bahasa Arab istauraqa ar rajulu itu bermakna laki-laki itu meminta uang. (Lisan al ‘Arab, hal. 492)
Istilah tawarruq menjadi populer dalam kitab-kitab mazhab Hanbali. Sementara mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i menggunakan istilah buyu’ al ajal. (Syekh Mukhtar Salam, at Tawarruq al Mashrifi, Hauliyatul Barakah, edisi 6, hal. 203)
Menurut Standar Syariah AAOIFI, substansi tawarruq munadzam (regulated) adalah perbankan menjual komoditas dari pasar komoditas internasional atau yang lainnya kepada pembeli dengan harga tidak tunai, kemudian bank tersebut berkewajiban–baik karena disyaratkan dalam akad maupun karena kebiasaan–mewakili pembeli untuk menjualnya kembali kepada pembeli lain dengan harga tunai dan menyerahkan uangnya kepada pembeli pertama.
Di antara karakteristik tawarruq adalah: dalam tawarruq munadzam tujuan pembeli adalah uang bukan barang (barang hanya simbolik), pembeli disyaratkan menjual kembali barang yang dibelinya kepada penjual (pihak ketiga), melibatkan tiga pihak, dan harga dalam transaksi kedua lebih murah.
Menurut mayoritas ulama, seperti Lembaga Fikih Islam Rabithah ‘Alam Islami, standar AAOIFI, Prof Rafiq Yunus al Mishri, Prof ad-Dharir, Mukhtar Salam, tawarruq mashrafi dibolehkan dengan batasan-batasan tertentu.
Misalnya, standar syariah internasional AAOIFI menegaskan, "Tawarruq bukan produk investasi atau pembiayaan. Karena itu, LKS tidak dibolehkan menjadikan tawarruq untuk keperluan mobilisasi dana sebagai alternatif dari mudharabah, wakalah bil istitsmar, sukuk, dan lain-lain. LKS hanya boleh menggunakan tawarruq karena al hajah, di antaranya menutupi kekurangan likuiditas dan meminimalisasi risiko likuiditas lembaga-lembaga keuangan syariah." Wallahu a’lam.