REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan stabilitas harga kebutuhan pangan menjadi salah satu pemicu terjadinya deflasi pada Agustus 2018 sebesar 0,05 persen.
"Stabilitas dari nilai harga ini menjadi salah satu komponen penting," kata Sri Mulyani saat ditemui di Jakarta, Senin (3/9).
Sri Mulyani menjelaskan pencapaian tersebut telah sejalan dengan upaya pemerintah yang ingin terus menjaga kepercayaan masyarakat dalam kondisi ketidakpastian global seperti saat ini. "Kita semua tahu dalam kondisi global market environment yang cukup volatile, isu stabilitas menjadi sangat penting untuk bisa menjangkarkan confidence," ujarnya.
Ia memastikan pemerintah akan terus menjaga sumber penyebab inflasi. Hal itu akan dilakukan dengan menjaga harga kebutuhan pangan maupun berkoordinasi dengan otoritas moneter untuk menjaga pergerakan rupiah.
Faktor musiman lainnya yang bisa menjadi penyebab inflasi dan harus diwaspadai adalah tingginya permintaan pada akhir tahun menjelang perayaan Natal dan tahun baru. "Kita akan lihat faktor-faktor ini untuk bersama dengan BI untuk kita jaga agar jangkar stabilitas itu tetap bisa diperkuat," kata Sri Mulyani.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Agustus 2018 terjadi deflasi sebesar 0,05 persen, karena turunnya harga komoditas pangan. Beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga adalah telur ayam ras, bawang merah, daging ayam ras, bayam, cabai merah, cabai rawit ,dan ikan segar.
Turunnya harga komoditas itu menyebabkan kelompok bahan makanan tercatat deflasi sebesar 1,1 persen pada Agustus 2018. Dengan terjadinya deflasi pada Agustus, maka tingkat inflasi tahun kalender Januari-Agustus 2018 telah tercatat 2,13 persen dan inflasi tahun ke tahun sebesar 3,2 persen.
Dalam kesempatan terpisah, ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro memproyeksikan inflasi hingga akhir tahun akan tetap terkendali, setelah pada Agustus tercatat deflasi.
"Inflasi ini akan tetap rendah menjelang pemilu, karena pemerintah terus menjaga pergerakan harga komoditas strategis," ujarnya.
Ia menambahkan inflasi inti juga akan tetap rendah dan tidak terpengaruh oleh pergerakan nilai tukar rupiah seiring dengan fundamental ekonomi yang kuat. "Dampak depresiasi rupiah terhadap 'imported inflation' terbatas, sehingga pergerakan rupiah tidak terlalu berpengaruh terhadap inflasi," ujar Satria.