Ahad 02 Sep 2018 13:45 WIB

Pelemahan Rupiah Berdampak pada Cadangan Devisa

BI diminta jangan hanya mengandalkan cadangan devisa untuk perkuat rupiah.

Rep: Idealisa Masyafrina/ Red: Muhammad Hafil
Obat kuat untuk rupiah.
Foto: republika
Obat kuat untuk rupiah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelemahan rupiah semakin menggerus cadangan devisa Indonesia. Pada Jumat (31/8), tercatat posisi rupiah berada di Rp 14.711 per dolar AS, berdasarkan kurs JISDOR Bank Indonesia.

Menurut Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira, kondisi ekonomi global yang mengancam stabilisasi nilai tukar rupiah akan terus menggerus cadangan devisa dan menjadi lampu kuning bagi perekonomian.

Tercatat sejak awal tahun, cadev sudah tergerus sebanyak 13,6 miliar dolar AS. Sementara cadev terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia termasuk yang terendah bahkan di ASEAN. Indonesia memiliki rasio cadev sebesar 14 persen, Filipina 26 persen dan Thailand 58 persen.

"Negara dengan cadev yang rendah dibanding PDB paling rentan terpapar krisis ekonomi. Batas psikologis cadev Indonesia adalah 100 miliar dolar AS. Sekarang posisinya 118,3 miliar dolar AS. Kurang dari itu jadi lampu kuning," ujar Bhima kepada Republika.co.id, Ahad (2/9).

Melihat kondisi ini, BI masih perlu mengeluarkan cadev sampai normalisasi suku bunga acuan bank sentral AS Fed Fund Rate selesai. Tahun 2019 masih ada 3 kali kemungkinan bunga acuan Fed naik. Bulan September dan Desember ini ada kemungkinan kenaikan Fed.

Untuk itu, BI diminta jangan hanya mengandalkan cadev. Bank sentral pun diperkirakan akan menaikkan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebagai respon.

"Suku bunga acuan BI masih bisa naik lagi jadi total 50 bps. Koordinasi fiskal dan moneter juga harus berjalan. Moneter sudah jor joran tapi upaya pemerintah sedikit terlambat untk kendalikan impor, dorong ekspor dan tarik devisa hasil ekspor (DHE)," jelas Bhima.

Sementara itu, untuk menguatkan rupiah awal Agustus lalu, BI kembali menghidupkan SBI tenor 9 dan 12 bulan. Menurut Bhima belum terlihat respons investor terhadap SBI. Karena Yield SBN masih berada diatas 8 persen yang artinya harga SBN dijual murah.

"Yield berkebalikan dengan harga SBN. Itu pertanda investor masih mencatatkan aksi jual," kata Bhima.

Sebelumnya pada Jumat (31/8), Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menegaskan komitmen Bank Indonesia untuk mengawal secara ketat stabilitas nilai tukar Rupiah. Untuk itu, serangkaian langkah stabilisasi telah ditempuh Bank Indonesia.

Pertama, meningkatkan volume intervensi di pasar valas. Kedua, melakukan pembelian SBN di pasar sekunder. Ketiga, membuka lelang FX Swap, dengan target lelang pada hari ini (31/8) 400 juta dolar AS, dan keempat, senantiasa membuka windows swap hedging.

"Selain itu, Bank Indonesia juga senantiasa meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memastikan bahwa stabilitas nilai tukar dan stabilitas sistem keuangan tetap terjaga," kata Perry.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement