REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN) bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa (28/8) di Istana Merdeka, Jakarta. Menurut Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika, dalam pertemuan ini mereka memberikan sejumlah masukannya kepada Presiden, salah satunya yakni mendorong adanya insentif untuk sektor industri.
"Untuk di industri, mereka berharap ada insentif yang didesain pemerintah untuk mendongkrak peran sektor industri dalam perekonomian. Tidak dijelaskan seperti apa, tapi nanti pemerintah akan mempelajari kembali kira-kira apa saja untuk membangun sektor industri kita," ujar Erani di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (28/8).
Lebih lanjut, menurutnya, KEIN juga melihat kebijakan-kebijakan yang telah diambil pemerintah seperti pembangunan infrastruktur, fiskal yang kredibel, kebijakan moneter yang responsif, dan daya saing ekonomi yang dinilai semakin meningkat.
KEIN pun juga memberikan masukan di sektor ekonomi kepada pemerintah. Di antaranya yakni agar pemerintah lebih memperhatikan neraca perdagangan serta mengantisipasi pelemahan nilai tukar rupiah.
"Selama ini sudah dilakukan pemerintah, tapi mereka mengingatkan kembali apa yang dilakukan pemerintah diperkuat. Ada koordinasi fiskal, moneter, dan sektor riil yang makin terintegrasi," tambahnya.
Erani mengatakan, KEIN sepakat terhadap kebijakan pemerintah terkait ekspor dan pengelolaan impor. Menurut KEIN, dalam situasi saat ini, pengelolaan impor menjadi langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan, di sisi ekspor, KEIN menilai pemerintah perlu melakukan penguatan lagi.
"Kalau pengendalian impor beberapa sudah dikerjakan oleh pemerintah. Misalnya B20 untuk mengurangi impor minyak dan nilai tambah sawit sendiri. Untuk beberapa impor yang kira-kira ada subtitusinya di dalam negeri sehingga ada pilihan," ujar Erani.
Menanggapi hal itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun menegaskan pemerintah bekerja serius mengelola defisit transaksi berjalan, pelemahan nilai tukar rupiah, serta menggenjot produksi domestik sebagai komponen substitusi impor.