REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Sayuran memang telah menjadi kebutuhan pokok untuk masyarakat Indonesia. Permintaan akan sayuran setiap harinya sangat tinggi, terlebih untuk masyarakat perkotaan yang sibuk bekerja.
Melihat kebutuhan sayur bagi masyarakat terutama masyarakat perkotaan, tiga mahasiswa Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Institut Pertanian Bogor (IPB), berusaha berpartisipasi dalam mengatasi kebutuhan sayur bagi masyarakat perkotaan.
Melalui Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta (PKM), tiga mahasiwa IPB menawarkan solusi inovatif dengan merancang alat bernama SMIPY, yakni Smart Mini Plant Factory berbasis internet of things sebagai pendukung urban farming.
Tim SMIPY IPB terdiri dari Mu’minah Mustaqimah, Ahmad Safrizal, dan Bung Daka Putera. Tim yang dibimbing oleh Dr Slamet Widodo STP, MSc ini, merancang sebuah mesin yang berfungsi sebagai media untuk menanam di mana di dalam SMIPY, segala aspek lingkungannya sudah terjaga secara otomatis.
SMIPY adalah sebuah alat yang diperuntukkan untuk masyarakat perkotaan yang kekurangan lahan untuk menanam dan kekurangan waktu untuk menjaga atau merawat tanamannya. Dilengkapi dengan internet of things, alat ini dapat terhubung ke internet yang akan memudahkan pengguna untuk mengontrol tanaman dari mana saja.
“Perbedaan SMIPY dengan hidroponik pada umumnya adalah sistemnya yang bisa rotasi tanam. Jadi di setiap rak itu, pengaturan nutrisinya berbeda-beda yang memungkinkan pengguna menanam komoditas yang berbeda atau komoditas pangan dengan sistem panen bergilir,” kata Mu’minah Mustaqimah dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (24/8).
Alat ini juga berperan memutus pasok sayuran yang dikirim ke kota tanpa jaminan kesegaran dan tambahan biaya transportasi. Selain itu, alat yang memang dikhususkan untuk memenuhi kebutuhan sayuran pribadi keluarga dengan sistem panen bergilir ini memungkinkan untuk dikembangkan dalam skala usaha besar.
“Alat ini memang ditujukan untuk keluarga masyarakat perkotaan, dengan sistem panen bergilir dan berkelanjutan. Berkelanjutan di sini karena akan terjadi karena sistem rotasi yang nutrisi di setiap raknya dapat kita atur sehingga waktu panennya tidak sama. Alat ini juga memungkinkan untuk dikembangkan dalam skala pertanian besar, karena tiap-tiap rak juga bisa disamakan nutrisinya sehingga waktu panennya bisa sama,” tambah Mu’minah.
Harapan kami ke depannya, alat ini dapat mengedukasi masyarakat bahwa teknologi pertanian sudah cukup canggih untuk memasilitasi orang-orang kota yang sibuk untuk bisa bertani. Dan alat ini diharapkan dapat menyuplai kebutuhan sayur-sayuran dan pangan yang sehat.
“Sejauh ini, masyarakat tidak banyak yang tahu bahwa pertanian bisa dilakukan dengan mudah dan simple,” ujar Mu’minah.