Rabu 22 Aug 2018 16:03 WIB

Uber Bayar Klaim 1,9 Juta Dolar AS Atas Pelecehan Seksual

Klaim tersebut diajukan oleh 56 karyawan dan mantan karyawannya

Rep: Idealisa Masyrafina/Ahmad Fikri Noor/ Red: Nidia Zuraya
Aplikasi Uber.
Foto: Mashable
Aplikasi Uber.

REPUBLIKA.CO.ID, KALIFORNIA -- Perusahaan teknologi Uber akan membayar klaim sebesar 1,9 juta dolar AS (Rp 27,7 miliar) untuk 56 karyawan dan mantan karyawannya yang menjadi korban pelecehan seksual dan diskriminasi. Rata-rata klaim yang diajukan adalah sebesar 34 ribu dolar AS seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (22/8).

Selain itu, para pekerja tersebut dan 431 teknisi perempuan serta minoritas lainnya akan mendapatkan rata-rata 11 ribu dolar AS untuk tuduhan disparitas gaji. Hal itu menjadi perhitungan terakhir dalam penyelesaian kasus yang diserahkan pada Senin (20/8) lalu ke hakim Federal di Oakland, Kalifornia, AS.

Pembayaran untuk pelecehan dan klaim lingkungan kerja yang tidak bersahabat dihitung berdasarkan tingkat keparahan dan lamanya dugaan pelanggaran, keberadaan saksi dan dokumentasi pendukung, dampak pada korban, pekerjaan pelaku dan keadaan lainnya.

Hanya dua orang yang dicakup oleh penyelesaian tersebut yang memilih untuk tidak ikut serta sejauh ini. Selain itu, tidak ada pihak yang mengajukan keberatan dari para penggugat. Sidang atas persetujuan dari penyelesaian ini ditetapkan pada 6 November mendatang.

Dalam sebuah pernyataan, Uber mengatakan setuju dengan gerakan penggugat, dan bahwa jumlah yang harus dibayarkan adalah adil, masuk akal, dan memadai.

Seorang pengacara yang merundingkan penyelesaian atas nama karyawan, Jahan Sagafi, mengatakan firma hukumnya senang bahwa proses persetujuan penyelesaian berjalan sesuai rencana.

"Jadi setelah disetujui kami dapat membayar anggota kelas untuk klaim diskriminasi dan pelecehan ini dan memulai upaya tiga tahun untuk memantau implementasi Uber atas peningkatan SDM," tambah Sagafi.

Sementara beberapa masalah perusahaan telah diselesaikan, mereka termasuk kehilangan izin untuk beroperasi di London dan gugatan perdata di AS yang diajukan oleh seorang wanita yang menuduh eksekutif Uber dengan tidak benar mendapatkan catatan medisnya, setelah dia diperkosa oleh seorang pengemudi di India.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement