Ahad 12 Aug 2018 17:33 WIB

RI-Malaysia Sasar Industri Otomotif ASEAN

ASEAN menjadi salah satu pasar yang potensial untuk memasarkan produk kendaraan.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Satya Festyiani
ilustrasi kegiatan di industri otomotif.
Foto: (FOTO ANTARA/Rosa Panggabean )
ilustrasi kegiatan di industri otomotif.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia dan Malaysia sepakat berkolaborasi dalam upaya pengembangan industri otomotif yang kompetitif di pasar ASEAN. Langkah sinergi kedua negara tersebut ditandai melalui pertukaran Memorandum of Agreement (MoA) antara Presiden Institut Otomotif Indonesia (IOI) I Made Dana Tangkas dengan CEO Malaysia Automotive Institute (MAI) Dato Mohamad Madani Sahari yang disaksikan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jumat (10/8).

Direktur Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan menjelaskan, langkah ini merupakan upaya untuk memperdalam struktur manufaktur dan melengkapi kebutuhan komponen di kedua negara. “Indonesia bersama Malaysia ingin menjadi pelopor di ASEAN, karena kita menyadari bahwa ASEAN merupakan satu kekuatan ekonomi yang cukup besar,” katanya dalam rilis yang diterima Republika, Ahad (12/8).

Putu menyebutkan, kerja sama yang akan dilakukan meliputi pengembangan kompetensi sumber daya manusia, penguatan rantai pasok, peningkatan daya saing industri komponen serta melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D). 

Menurut Putu, Indonesia dan Malaysia memiliki kekuatan bersama dengan tersedianya jumlah 2.000 industri komponen. Dua negara ini telah siap menghasilkan produk bernilai tambah tinggi guna mendukung industri otomotif seusai tren global dan selera konsumen saat ini. "Jadi, diharapkan nantinya, membuat komponen bersama yang kritikal dan nonkritikal untuk diproduksi dan dipasarkan di ASEAN," ujarnya.

ASEAN menjadi salah satu pasar yang potensial untuk memasarkan produk kendaraan. Populasi yang sangat besar hingga mencapai 650 juta jiwa menjadikan kawasan ini sebagai potensi market khususnya bagi industri otomotif.

Pemerintah Indonesia tengah fokus memacu pengembangan dan daya saing industri otomotif. "Bentuk dukungan kebijakannya, antara lain pemberian insentif berupa tax holiday dan tax allowance untuk investasi baru atau perluasan dalam rangka menarik investasi dan membina industri nasional," ujarnya.

Di samping itu, akan dikeluarkan pengurangan pajak penghasilan di atas 100 persen atau super deductible tax untuk perusahaan yang melakukan kegiatan R&D dan pendidikan vokasi. Pemerintah juga menetapkan kebijakan untuk lokalisasi komponen utama kendaraan listrik seperti baterai, inverter, motor listrik dan peralatan pengisian daya. Selain itu, Kemenperin mempromosikan pemakaian atau penggunaan renewable energy seperti biofuel, biodiesel, dan bio ethanol.

Kemenperin menargetkan, produksi kendaraan di Indonesia akan mencapai 1,5 juta unit pada tahun 2020 dan naik menjadi 4 juta unit di tahun 2035. Sedangkan target untuk ekspor kendaraan pada tahun 2020 sebanyak 250 ribu unit dan meningkat 600 persen di tahun 2035 sehingga menjadi 1,5 juta unit.

Sementara itu, sesuai peta jalan pengembangan industri otomotif nasional, pada tahun 2020 sebesar 10 persen dari 1,5 juta mobil yang diproduksi di dalam negeri adalah golongan kendaraan beremisi karbon rendah atau low carbon emission vehicle (LCEV). Kemudian, di tahun 2035, dibidik naik sampai 30 persen saat produksi mencapai 4 juta unit mobil.

Presiden IOI I Made Dana Tangkas menyampaikan, IOI dan MAI mendorong joint venture antara perusahaan komponen otomotif di Indonesia dan Malaysia agar dapat memenuhi kebutuhan principal yang banyak berada di kedua negara. Selain itu, guna menginisiasi terbentuknya ASEAN Automotive Institute Federation. "Hal ini agar kita bisa mengelola pasar ASEAN dengan mandiri," tuturnya.

CEO MAI Dato Mohamad Madani Sahari menambahkan, kedua belah pihak akan mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang bisa melakukan kerja sama dan didorong untuk memproduksi komponen untuk kendaraan internal combustion engine (ICE). Selanjutnya, akan dilakukan riset bersama untuk mempelajari semua teknologi baru, seperti kendaraan listrik atau hybrid.

Hasil riset itu bisa digunakan oleh perusahaan yang ikut joint venture dengan didukung pada pengembangan SDM dan supply chain untuk perusahaan. Madani meyakini, kemampuan industri komponen kedua negara sudah mencapai 90 persen.

Madani menambahkan, pihaknya juga ingin adanya kerja sama mengenai biofuel karena sawit merupakan komoditas penting untuk kedua negara. Tidak menutup kemungkinan kerja sama dilakukan dengan negara ASEAN lain seperti Thailand atau Filipina. "Diharapkan joint venture ini dapat memproduksi kendaraan sendiri," ucapnya.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement