Ahad 12 Aug 2018 10:18 WIB

Erdogan: Turki Menjadi Target Perang Ekonomi

Nilai mata uang lira Turki jatuh hingga 18 persen pada akhir pekan ini

Rep: Marniati/ Red: Nidia Zuraya
Recep Erdogan
Foto: wordpress.com
Recep Erdogan

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Tayyip Erdogan membantah bahwa Turki berada dalam krisis mata uang. Ia menolak jatuhnya nilai mata uang Turki, lira, sebagai 'fluktuasi' yang tidak ada hubungannya dengan fundamental ekonomi.

Pernyataan ini disampaikan Erdogan setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menggandakan tarif pada impor baja dan aluminium Turki. Erdogan menggambarkan penurunan terendah lira hingga 18 persen pada Jumat (10/8) sebagai 'rudal' perang ekonomi yang dilancarkan terhadap Turki.

Erdogan mengatakan pihak-pihak yang gagal melakukan kudeta pada 2016 saat ini mencoba menargetkan Turki melalui ekonominya. Erdogan berjanji bahwa Turki akan melawan itu.

Baca juga, Erdogan: Trump Telah Dipermaninkan, Saya tahu Siapa Dalangnya

Dia tidak menyebutkan nama negara manapun dalam keterangan tersebut. "Mereka yang tidak bisa bersaing dengan kami di lapangan telah membawa petak-petak uang fiktif online yang tidak ada hubungannya dengan realitas negara kami, produksi dan ekonomi riil," kata Erdogan pada pertemuan provinsi Partai AK di kota pesisir Laut Hitam, Rize.

"Negara ini tidak runtuh, tidak hancur atau bangkrut atau dalam krisis," tambahnya.

Menurutnya  jalan keluar dari krisis mata uang adalah dengan meningkatkan produksi dan 'meminimalkan suku bunga'. Lira Turki telah kehilangan sekitar 40 persen pada tahun ini saja.

Sebagian besar karena kekhawatiran tentang pengaruh Erdogan atas ekonomi, seruan berulang untuk suku bunga rendah dalam menghadapi inflasi tinggi dan hubungan yang memburuk dengan AS.

AS dan Turki telah berselisih mengenai berbagai topik. Dari berbagai kepentingan di Suriah, ambisi Turki untuk membeli sistem pertahanan Rusia, dan kasus pendeta evangelis Andrew Brunson, yang diadili di Turki atas tuduhan terorisme.

Erdogan juga  menyinggung 'batas akhir' untuk waktu penyerahan Brunson. "(Mereka) mengancam, mengatakan Anda akan mengirim Brunson sampai jam 6 sore. Ini bukan negara acak. Ini adalah Turki," katanya.

Delegasi Turki mengunjungi Washington pada pekan ini untuk melakukan perundingan. Tetapi tidak tampak hasil dari perundingan itu. 

Setelah hampir 20 bulan di penjara Turki, Brunson dipindahkan ke tahanan rumah pada Juli oleh pengadilan. Sejak itu Trump dan wakil presidennya Mike Pence telah berulang kali menyerukan pembebasannya. Sementara itu Ankara mengatakan keputusan itu berada di pengadilan.

Trump pada Jumat mengumumkan menggandakan tarif pada impor baja dan aluminium dari Turki. Ia mengatakan hubungan dengan Ankara "tidak baik pada saat ini".

Turki merupakan sebuah pasar negara berkembang yang penting. Turki berbatasan dengan Iran, Irak dan Suriah dan pro-Barat selama beberapa dekade. Gejolak keuangan berisiko mengguncang wilayah tersebut.

Sebuah pertemuan pada Jumat mengungkapkan pendekatan ekonomi baru oleh menteri keuangan Turki Berat Albayrak, menantu Erdogan. Namun tidak banyak membantu memulihkan nilah lira.

Para investor mencari langkah-langkah konkret seperti kenaikan suku bunga untuk memulihkan kepercayaan. "Saya bertanya kepada Anda. Apa alasan yang mungkin bisa ada di belakang lira yang berada di 2,8 terhadap dolar pada 15 Juli 2016 untuk meluncur di bawah 6 kemarin? Selama periode ini, Turki telah menetapkan catatan dalam ekspor, produksi dan pekerjaan," tambah Erdogan.

Dia mengulangi rencana lama untuk beralih ke perdagangan dalam mata uang nasional. Ia mengaku Turki sedang mempersiapkan langkah seperti itu dengan Rusia, Cina dan Ukraina.

Dia juga mengulangi seruannya kepada warga Turki untuk menjual dolar dan tabungan euro agar mampu menahan nilai lira. "Jika ada dolar di bawah bantal Anda, keluarkan ini gegera berikan l ke bank dan gunakan lira Turki. Dengan melakukan ini, kami melawan perang ini untuk kemerdekaan dan masa depan Turki," katanya.

Menurutnya sangat disayangkan jika Washington memilih Brunson atas Turki, mitranya di NATO. Dalam sebuah opini di New York Times, dia memperingatkan AS bahwa Ankara memiliki alternatif lain sebagai sekutu.

"Washington harus melepaskan gagasan yang salah arah bahwa hubungan kita bisa asimetris," katanya dalam opini itu.

Turki, tempat pangkalan udara  yang digunakan oleh pasukan AS di Timur Tengah, telah menjadi anggota NATO sejak 1950-an. Ini adalah tuan rumah bagi bagian penting dari sistem pertahanan rudal aliansi Barat terhadap Iran.

Dalam sebuah opini terpisah di surat kabar pro-pemerintah Daily Sabah, juru bicara Erdogan, Ibrahim Kalin mengatakan upaya Turki untuk menyelesaikan krisis dengan metode diplomatik telah ditolak oleh pemerintahan Trump. Ia memperingatkan bahwa AS akan menghadapi risiko kehilangan Turki sebagai sekutu.

"Seluruh masyarakat Turki menentang kebijakan AS yang mengabaikan tuntutan keamanan sah Turki. Ancaman, sanksi dan intimidasi terhadap Turki tidak akan berhasil," katanya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement