Rabu 01 Aug 2018 19:11 WIB

Pemerintah Diminta Kendalikan Inflasi Harga Pangan

Telur ayam dan daging ayam memberikan andil inflasi.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Teguh Firmansyah
Pekerja menata telur ayam di salah satu agen sembako di kawasan Manggarai, Jakarta, Ahad (22/7).
Foto: Republika/Prayogi
Pekerja menata telur ayam di salah satu agen sembako di kawasan Manggarai, Jakarta, Ahad (22/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai, pemerintah perlu lebih cermat dalam mengendalikan inflasi dari komponen harga bergejolak. Faisal mengatakan, peningkatan inflasi dari komponen tersebut sudah terjadi sejak awal 2018.

"Inflasi harga bergejolak ini sudah tampak peningkatannya tidak hanya pada Juli, tapi sepanjang 2018," kata Faisal ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (1/8).

BPS mencatat, inflasi dari komponen harga bergejolak pada Juli 2018 adalah 0,9 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Jika dibandingkan tahun ke tahun, terjadi inflasi sebesar 5,36 persen.

Sementara, inflasi inti pada Juli 2018 adalah 0,41 persen (mtm) dan 2,87 persen (yoy). Untuk kelompok harga diatur pemerintah terjadi deflasi 0,68 (mtm) dan inflasi 2,11 (yoy).  "Kita lihat kecenderungan inflasi harga bergejolak lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Ini seperti 2016. Pada saat itu, inflasi harga bergejolak tinggi, tapi harga diatur pemerintah rendah. Artinya, tahun ini penyakitnya kambuh lagi," ujar Faisal.

Baca juga, BPS: Inflasi Juli Mencapai 0,28 Persen.

Faisal mengatakan, pemerintah perlu meningkatkan upaya stabilisasi harga pangan. Berdasarkan tren tahun-tahun sebelumnya, komponen harga bergejolak biasanya mengalami penurunan atau bahkan deflasi. "Stabilisasi harga pangan memang menjadi PR (pekerjaan rumah) pemerintah. Mungkin harga beras sudah tidak terlalu tinggi, tapi di komoditas pangan yang lain masih terjadi masalah," kata Faisal.

Kelompok bahan pangan mengalami inflasi sebesar 0,86 persen pada Juli 2018. Dari kelompok tersebut, komoditas yang dominan memberikan andil inflasi, yaitu telur ayam ras sebesar 0,08 persen, daging ayam ras sebesar 0,07 persen, cabai rawit 0,03 persen, kacang panjang 0,02 persen, serta bayam, jengkol, kangkung, dan tomat sayur masing-masing sebesar 0,01 persen.

Sementara, komoditas yang dominan memberikan andil deflasi adalah bawang merah sebesar 0,05 persen, cabai merah 0,02 persen, serta daging sapi dan ikan segar masing-masing sebesar 0,01 persen. "Untungnya, tahun ini kenaikan harga yang diatur pemerintah, seperti BBM dan listrik ditahan. Seandainya tidak, bisa jadi inflasi melonjak lebih tinggi," kata Faisal.

Baca juga, Telur Jadi Pendorong Utama Inflasi Jatim pada Juli.

Faisal mengatakan, komoditas yang berpotensi besar mengalami kenaikan harga ke depan adalah beras. Ini karena masa panen raya sudah berakhir hampir di seluruh wilayah Indonesia. 

"Ini akan berpotensi meningkatkan inflasi lagi dan pemerintah harus merespons dengan cermat. Kalau pemerintah merespons dengan impor lagi itu, bisa jadi solusi untuk inflasi, tapi tidak baik untuk neraca dagang," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement