Jumat 20 Jul 2018 19:23 WIB

Ekonom: Penerbitan SBI 9 Bulan Berisiko Arus Modal Keluar

Investasi jangka panjang lebih bertahan dari guncangan eksternal.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Teguh Firmansyah
Bank Indonesia
Foto: Republika/Prayogi
Bank Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi dari Institute of Development for Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) bisa menarik aliran dana masuk ke dalam negeri. Namun rencana Bank Indonesia untuk menerbitkan SBI bertenor 9 dan 12 bulan memiliki risiko arus modal keluar yang tinggi.

"Memang tujuannya untuk tarik lebih banyak inflow dana asing di portofolio. Tapi kan ini masuknya ke instrumen keuangan jangka pendek, sekali ada shock, dana asingnya bisa terbang lagi," kata Bhima ketika dihubungi Republika.co.id, Jumat (20/7).

Menurut Bhima, pemerintah maupun Bank Indonesia lebih mendorong investasi langsung jangka panjang. Ia menilai, hal itu akan lebih mampu bertahan pada guncangan eksternal.

Sementara, ekonom Asian Development Bank Institute Eric Sugandi mengatakan, penerbitan SBI dapat memperdalam pasar keuangan dan menambah likuiditas. Hal itu bisa membuar pasar lebih efisien dan menambah minat investor asing.

"Tapi, mungkin mesti dipertimbangkan juga apakah sebaiknya BI yang reaktivasi SBI atau Kemenkeu keluarkan lebih banyak SBN tenor di bawah satu tahun atau SPN (Surat Perbendaharaan Negara) atau kedua-duanya," katanya.

Ia mengatakan, dengan BI mengaktifkan SBI tenor 9 dan 12 bulan maka ada biaya pembayaran bunga yang perlu ditanggung. "Dulu SBI secara berangsur dikurangi agar BI bertahap beralih ke SBN untuk instrumen operasi pasar, seperti The Fed gunakan instrumen US Treasury securities yg dikeluarkan oleh Kemenkeu AS," katanya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mendukung langkah Bank Indonesia yang berencana mengaktifkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan tenor 9 hingga 12 bulan. Ia mengatakan, kebijakan tersebut bisa menjadi alternatif untuk bisa menarik dana asing.

"Situasi sekarang ini adalah situasi di mana kita perlu memberi ruang untuk pemilik dana supaya tertarik masuk. Maka, kemudian dicoba oleh BI untuk menyediakan instrumen investasi lebih banyak," kata Darmin di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Jumat (20/7).

 

Mantan Gubernur BI itu mengatakan, volatilitas SBI relatif tidak tinggi sehingga masyarakat tidak perlu khawatir. Pada saat yang sama bank sentral ingin menambah tingkat likuiditas. 

"Dalam situasi ini BI merasa harus ada instrumen yang lebih banyak. Sebetulnya SBN juga bisa dia pakai, tapi mungkin kalau SBN kan jauh lebih berbagai macam tenornya, yield-nya, sehingga kalau SBI kan 6 bulan atau 12 bulan itu lebih simpel," kata mantan Gubernur BI itu.

Baca juga, Rupiah Masuk Angin. 

Namun Darmin mengakui ketika menjabat Gubernur BI, ia sempat menonaktifkan SBI bertenor di bawah 9 bulan per Februari 2011.

Darmin yakin penerbitan SBI akan menambah daya tarik investor.  "Mestinya ada. Artinya, yang tadinya orang merasa dia mau keluar, bisa saja daripada keluar ya dia beli," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement