REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) belum lama ini merilis data kemiskinan terbaru yang menurun sebesar 9,82 persen per Maret 2018. Namun di sisi lain, angka ketimpangan pada Maret 2018 justru naik 1,25 persen menjadi 0,324 dari Maret tahun sebelumnya.
Menanggapi hasil rilis BPS tersebut, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, ketimpangan terjadi di pedesaan yang umumnya merupakan daerah pertanian. Pendapatan masyarakat yang bekerja sebagai petani sangat rendah dibandingkan dengan masyarakat yang bekerja di pabrik.
"Pendapatan masyarakat (petani) itu kecil, karena apalagi di Jawa ini kepemilikan lahan rata-rata sepertiga hektar, dari situ penghasilannya paling tinggi Rp 1 juta sedangkan kalau kerja di pabrik bisa dapat Rp 3 juta," ujar JK, Selasa (17/7) sore di kantornya.
Baca juga, Diubah, Pemberian Bansos Disesuaikan Kondisi Penerima
Menurut JK, dengan kepemilikan lahan yang terbatas, masyarakat pedesaan tidak mempunyai pendapatan yang cukup untuk menyeimbangkan dengan masyarakat yang bekerja di pabrik. Oleh karena itu, para petani di pedesaan diharapkan dapat melakukan diversifikasi usaha. Artinya, tidak hanya menanam padi saja namun juga sayuran, buah-buahan, dan tanaman hortikultura lainnya.
"Tapi kalau hanya padi sepertiga hektar berarti hanya 2 ton per musim, kalau 2 ton per musim harganya cuma Rp 10 juta, kalau Rp 10 juta itu dibagi 12 (bulan), ya hanya Rp 1 juta per bulan," kata JK.
JK mencontohkan, di Jawa Barat pendapatan masyarakatnya lebih baik karena banyak industri. Meskipun, industri di wilayah tersebut sebagian besar merupakan labour intensif, para pekerjanya dapat mengantongi pendapatan sesuai dengan upah minimum regional (UMR) yakni antara Rp 2 juta hingga Rp 3 juta per bulan.
Sementara, petani di pedesaan hanya mengantongi pendapatan sekitar Rp 1 juta per bulan. Hal ini menyebabkan terjadinya urbanisasi dari desa ke daerah-daerah industri.
Dengan demikian, menurut Jusuf Kalla pembangunan infrastruktur memiliki peranan penting untuk menarik investasi industri manufaktur di daerah. "Karena itu industri akan menaikkan pendapatan orang, karena itulah kembali lagi kita butuh listrik, jalan, pelabuhan, baru industri bisa jalan, maka infrastruktur penting," ujarnya.
Adapun di sisi lain, JK optimistis harga jual hasil pertanian bisa meningkat sehingga memberikan kesejahteraan kepada petani. Dia mencontohkan, jika terjadi kenaikan harga hasil pertanian termasuk perkebunan secara luas petani pasti menikmati.
Namun hal yang paling sulit adalah ketika harga beras naik, pemerintah terpaksa melakukan operasi pasar yang pada akhirnya berpengaruh terhadap harga di tingkat petani.
JK mengatakan, harga beras di Indonesia lebih mahal ketimbang harga beras di Thailand. Karena, produktivitas di Indonesia lebih rendah ketimbang Thailand.
Oleh karena itu, menurutnya, jika harga beras di Indonesia ingin murah maka harus meningkatkan produktivitas dan bukan memperluas sawah. "Itu memang masalahnya untuk padi, disana (Thailand) produktivitasnya tinggi, jadi yang harus dilakukan ialah meningkatkan produktivitasnya, bukan memperluas sawah," tutur JK.
JK optimistis, produktivitas pertanian di Indonesia bisa meningkat. Caranya yakni dengan memberikan bibit tanaman yang berkualitas kepada petani.