Senin 16 Jul 2018 18:22 WIB

PLN Hentikan Proyek PLTU Riau 1

Proyek PLTU Riau 1 baru memasuki tahap Letter of Intern

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Teguh Firmansyah
Dirut PLN Sofyan Basir (tengah).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Dirut PLN Sofyan Basir (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PLN, Sofyan Basir mengungkapkan, PLN memutuskan untuk memberhentikan sementara proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau 1 hingga proses hukum selesai diputuskan.

Menurut Sofyan, proyek PLTU Riau 1 merupakan proyek konsorsium anak usaha PLN yaitu PT. Pembangkit Jawa Bali (PJB) bersama dua perusahaan lainnya yaitu PT. Samantaka dan PT. China Wadian.

PT. Samantaka merupakan anak usaha dari perusahaan multinasional asal Singapura, BlackGold Natural Resources. "Ini sebenarnya proyek belum jadi, belum PPA. Karena tersangkut proses hukum ini, maka kami hentikan sementara sampai kasus hukumnya putus," kata Sofyan di Kantor PLN, Senin (16/7).

PLTU Riau 1, kata Sofyan, merupakan proyek pembangkit listrik dengan kapasitas sebesar 2 x 300 MW. Proyek yang masuk dalam serangkaian proyek 35 ribu megawatt ini merupakan proyek yang masuk dalam kelompok EPC PLN.

PLN kemudian menunjuk anak usahanya, PJB sebagai salah satu operator proyek mulut tambang ini. Proyek yang rencananya akan selesai pada 2023 ini memang belum memasuki tahap Power Purchase Agreement (PPA) atau perjanjian jual beli listrik.

Saat ini, kata Sofyan, proyek ini baru memasuki tahap Letter of Intern atau kesepakatan konsursium atas syarat pembangunan pembangkit yang diajukan oleh PLN. "Ini memang penunjukan langsung dari PLN ke anak usaha kami, PJB. Nilai investasinya sebesar 900 juta dolar AS," kata Sofyan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua orang tersangka terkait tindak pidana korupsi suap terkait kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Dua tersangka itu adalah anggota Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih (EMS) dan pemegang sajam Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK).

"Setelah melakukan pemeriksaan dan dilanjutkan gelar perkara dalam waktu 1x24 jam, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji oleh penyelenggara negara secara bersama-sama terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (14/7).

KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan dua orang tersangka itu. "Diduga sebagai penerima EMS, anggota Komisi VII DPR RI. Diduga sebagai pemberi JBK pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited," ujar Basaria.

Baca Juga: Eni Saragih Ditangkap KPK Terkait Tugasnya di Komisi VII

Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (13/7), KPK mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait tindak pidana, yaitu uang sejumlah Rp 500 juta dalam pecahan Rp 100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp 500 juta tersebut.

Diduga, kata Basaria, penerimaan uang sebesar Rp 500 juta merupakan bagian dari komitmen fee 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

"Diduga, penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari pengusaha JBK kepada EMS dengan nilai total setidak-tidaknya Rp 4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar, Maret 2018 sebanyak Rp 2 miliar, 8 Juni 2018 sebesar Rp 300 juta," ujar Basaria pula.

Diduga uang diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih melalui staf dan keluarga. "Diduga peran EMS adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1," kata Basaria.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement