Ahad 15 Jul 2018 07:13 WIB

AS Cabut Larangan Berbisnis dengan ZTE

ZTE harus membayar denda, penalti dan mengganti dewan direksi

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolanda
peluncuran ZTE Avid Plus di CES
Foto: Techradar
peluncuran ZTE Avid Plus di CES

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Departemen Perdagangan Amerika Serikat (AS) akhirnya mencabut larangan terhadap produsen komponen AS untuk bertransaksi jual beli dengan perusahaan telekomunikasi terbesar kedua asal Cina, ZTE. Pencabutan larangan ini akan membuat ZTE dapat melanjutkan bisnisnya di Negeri Paman Sam tersebut.

Departemen Perdagangan mencabut larangan tersebut setelah ZTE membayar denda sebesar 400 juta dolar AS sebagai bagian dari penyelesaian yang dicapai pada bulan lalu. Adapun, ZTE juga harus membayar penalti senilai 1 miliar dolar AS kepada Departemen Perdagangan AS pada Juni lalu. Totalnya bila dirupiahkan sebesar Rp 20,1 triliun.

"Departemen kami akan tetap waspada dan memantau ZTE dengan ketat, untuk memastikan kepatuhan terhadap semua undang-undang dan peraturan AS," ujar Sekretaris Perdagangan AS Wilbur Ross, dilansir Reuters, Ahad (15/7).

Sebelumnya, ZTE dilarang untuk berdagang dengan produsen komponen AS karena melanggar embargo perdagangan AS dan Iran. ZTE mengimpor antena frekuensi tinggi dengan chip AS ke Iran. Sementara itu, AS menemukan bahwa ZTE dengan sengaja mengabaikan embargo dan melanjutkan kesepakatan dengan Iran.

Awalnya, ZTE dikenakan denda sebesar 800 juta dolar AS dengan denda penangguhan 300 juta dolar AS. Kemudian, AS mengharuskan ZTE untuk merombak dewan direksi. ZTE tidak menindaklanjuti permintaan tersebut dan kasus ini menemui jalan buntu. Akhirnya, ZTE menyerah dan memenuhi permintaan AS untuk membayar denda. 

Di sisi lain, kebijakan Departemen Perdagangan AS ini menuai protes dari parlemen AS. Senator Marco Rubio, seorang Republikan. Ia mengkritik pencabutan larangan produsen komponen AS bertransaksi jual beli dengan ZTE. Menurutnya, ZTE harus mengakhiri hubungan bisnis dengan AS karena dapat membahayakan bagi keamanan nasional.

"ZTE seharusnya tidak diberi keringanan, tidak ada toleransi dengan perusahaan yang diarahkan oleh pemerintah Cina dan Partai Komunis untuk mencuri dan memata-matai Amerika," kata Rubio. 

Bisnis ZTE di AS sempat hampir dilumpuhkan pemerintah AS setelah diberlakukan larangan membeli komponen teknologi dari Negeri Paman Sam selama tujuh tahun. Sebelumnya, ZTE mengumumkan berhentinya seorang pejabat senior perusahaan. Namun Reuters menyebut ada tujuh orang yang diberhentikan, termasuk tiga wakil presiden perusahaan yakni Wang Keyou, Xie Jiepeng, dan Ma Jie.

Ketiga orang tersebut bertanggung jawab untuk urusan legal, keuangan, dan rantai pasok. Meski demikian, masih belum dapat dipastikan apakah berhentinya pejabat senior ini merupakan bagian dari perjanjian dengan AS.

ZTE telah berjanji kepada Amerika Serikat untuk merombak manajemen perusahaan dalam waktu 30 hari. Perjanjian yang diteken pada Juni 2018 itu merupakan upaya ZTE untuk bisa kembali beroperasi dan menjalin bisnis dengan penuh di AS.  Rizky Jaramaya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement