Sabtu 07 Jul 2018 01:53 WIB

Bappenas Sinergikan Industri dengan Perguruan Tinggi

Riset yang dilakukan perguruan tinggi didorong untuk dimanfaatkan industri.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Satria K Yudha
Rektor ITB Kadarsah Suryadi (kiri) berjabat tangan dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro (kedua kiri) didampingi Menristekdikti Mohammad Nasir (kanan) saat menerima penghargaan pada peringatan ke 98 Pendidikan Tinggi Teknik di Bandung, Jawa Barat, Rabu (4/7).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Rektor ITB Kadarsah Suryadi (kiri) berjabat tangan dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro (kedua kiri) didampingi Menristekdikti Mohammad Nasir (kanan) saat menerima penghargaan pada peringatan ke 98 Pendidikan Tinggi Teknik di Bandung, Jawa Barat, Rabu (4/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bappenas mendorong pengembangan model triple helix untuk meningkatkan daya saing Indonesia. Bappenas akan memperkuat sinergi antara pemerintah, industri, dan perguruan tinggi/lembaga Iptek.

Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menjelaskan, melalui kerja sama ini, hasil-hasil penelitian yang dilakukan para akademisi dan peneliti di perguruan tinggi dapat diaplikasikan industri. "Kemudian  dikembangkan menjadi produk komersial untuk kepentingan pasar dan bisnis," kata Bambang, Jumat (6/7).

Kerja sama ini, kata Bambang, juga  menuntut perguruan tinggi untuk lebih responsif terhadap kebutuhan industri dengan merujuk pada kebijakan pemerintah. Pemerintah pun akan memberikan insentif perpajakan dalam bentuk double tax deduction guna mendukung kegiatan riset sehingga tercipta inovasi baru yang dapat dipakai industri dalam negeri. 

Menurut Bambang, inovasi jadi kunci pertumbuhan ekonomi sebagaimana tren di banyak negara. Bahkan, ekonomi yang didorong melalui inovasi menjadi tumpuan bagi negara-negara di Asia yang sedang bergerak maju, seperti Korea Selatan, Thailand, Malaysia, dan Taiwan. 

“Inovasi juga dapat menciptakan efisiensi dalam perekonomian, sehingga produk-produk yang dihasilkan semakin kompetitif,” kata Bambang.

Dia mengatakan, arah pembangunan Iptek akan difokuskan pada pentingnya riset dan pengembangan untuk menciptakan inovasi. 

Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2018, kebijakan pembangunan Iptek 2018 diarahkan untuk  meningkatkan dukungan Iptek bagi daya saing sektor produksi melalui riset dan pengembangan, layanan perekayasaan, layanan dukungan peningkatan mutu, dan pengembangan teknologi nuklir (sipil). Selain itu,  meningkatkan dukungan Iptek bagi keberlanjutan dan pemanfaatan sumber daya alam.

 “Pemerintah akan terus memberi dukungan penuh untuk mendorong percepatan pembangunan Iptek demi terciptanya inovasi," katanya. 

Berdasarkan Global Competiveness Index (GCI) 2017-2018, Indonesia menempati peringkat ke-36 dari 137 negara. Meski begitu, peringkat Indonesia masih rendah dalam hal pilar kesiapan teknologi dan pilar inovasi. 

Indikator lain seperti kontribusi teknologi tinggi terhadap ekspor manufaktur juga masih rendah. Sumber daya Iptek yang meliputi pendanaan, jumlah dan kualitas peneliti dan perekayasa, hingga tingkat produktivitas Iptek yang berkaitan dengan paten dan publikasi ilmiah juga belum optimal.

Bambang mengatakan, kerja sama triple helix hanya salah satu strategi untuk meningkatkan daya saing. Strategi lain yang perlu dilakukan adalah adopsi dan penerapan Iptek, peningkatan kemampuan dan kemandirian Iptek, pengembangan teknologi berbasis maritim, serta  pengembangan dana inovasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement