Jumat 29 Jun 2018 21:24 WIB

OJK Yakin Pelemahan Rupiah Hanya Sementara

Kurs rupiah saat ini dinilai berada di bawah nilai fundamentalnya

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Budi Raharjo
Petugas menata pecahan dolar Amerika di salah satu gerai penukaran mata uang di Kwitang, Jakarta (ilustrasi).
Foto: Aprillio Akbar/Antara
Petugas menata pecahan dolar Amerika di salah satu gerai penukaran mata uang di Kwitang, Jakarta (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA  -- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso meyakini pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hanya sementara. Wimboh pun masih optimistis kurs rupiah tidak tertekan lebih dalam.

Kendati demikian, kurs rupiah telah menembus level Rp 14.400 per dolar AS. "(Pelemahan) ini sementara saja. Volatilitas saja. Ini akan kembali normal," kata Wimboh di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Jumat (29/6).

Ia mengatakan, kurs rupiah saat ini berada di bawah nilai fundamentalnya. Oleh karena itu, rupiah masih akan menguat. Ia menegaskan, pelemahan tersebut disebabkan faktor eksternal. "Ini kan respons terhadap kejadian di luar tidak ada faktor domestik," katanya.

Ia mengaku, industri perbankan pun tidak terlalu khawatir karena saat ini kondisi likuiditas masih memadai. Kurs rupiah terus melemah terhadap dolar AS. Faktor eksternal diduga masih menjadi salah satu penyebabnya.

Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat pagi bergerak melemah sebesar delapan poin menjadi Rp 14.402 dibanding posisi sebelumnya Rp 14.394 per dolar AS. Posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hari ini tidak jauh berbeda dengan sebelumnya yang masih berada di teritori merah.

Sebelumnya pada perdagangan Kamis, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), mata uang Garuda berada di posisi Rp 14.271 per dolar AS. Bahkan, dari pantauan Republika di Reuters, rupiah telah mencapai Rp 14.325 per dolar AS. Kemudian, di spot perdagangan mata uang telah menembus Rp 14.370 per dolar AS pada pukul 15.00 WIB.

Pengamat ekonomi dari Asian Development Bank Institute Eric Sugandi menilai, pelemahan itu terjadi karena masih ada kekhawatiran pasar terhadap perang dagang Amerika Serikat (AS)-Cina. Selain dengan Cina, AS pun mengancam perang dagang dengan Eropa, Kanada, serta Meksiko.

"Perang dagang dalam skala global akan merugikan perekonomian dunia secara keseluruhan, baik dalam jangka pendek maupun menengah dan panjang. Pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat akibat perang dagang," kata Eric kepada Republika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement