Kamis 21 Jun 2018 14:50 WIB

Ekonomi Global Diprediksi Stabil 3,3 Persen

Sikap AS memicu perang dagang menyebabkan stagnansi pertumbuhan ekonomi.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Friska Yolanda
Bendera Cina-Amerika
Foto: washingtonote
Bendera Cina-Amerika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dunia riil diproyeksikan tetap stabil pada 3,3 persen tahun ini sebelum berkurang menjadi 3,2 persen pada 2019 dan 3 persen pada 2020. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Chief Economist IHS Markit, Nariman Behravesh, menyebutkan faktor pertama, sikap perdagangan Amerika Serikat yang semakin agresif dapat memicu perang dagang yang berdampak negatif. Kedua, harga minyak yang lebih tinggi akan mengikis pertumbuhan, meskipun pada level saat ini dampaknya akan terbatas.

Ketiga, meningkatnya risiko politik di Eropa (terutama di Italia dan Spanyol) dapat mengganggu prospek pertumbuhan. "Akhirnya, meningkatnya tekanan keuangan pada pasar-pasar berkembang utama, termasuk Argentina, Brasil, Afrika Selatan, dan Turki, semakin menggelapkan pandangan. Tak satu pun dari ini tampak seperti pemicu resesi," kata Nariman melalui siaran pers, Kamis (21/6). 

Amerika Serikat berhasil rebound kuat setelah kuartal pertama yang lemah. Setelah melambat ke tingkat tahunan 2,2 persen pada kuartal pertama, pertumbuhan PDB riil diproyeksikan menguat menjadi 4,1 persen pada kuartal musim semi.

Data yang masuk menunjukkan pertumbuhan bisa lebih tinggi. Perkiraan IHS Markit untuk tahun kalender 2018 telah dinaikkan 0,2 persen poin di atas prediksi bulan lalu, menjadi 3,0 persen. 

Setelah tahun ini, IHS Market memperkirakan pertumbuhan PDB riil Amerika Serikat akan melambat karena suku bunga naik dan dorongan dari stimulus fiskal reda. Sementara harga ekuitas lebih tinggi dari perkiraan bulan lalu, dolar AS yang lebih kuat dan harga minyak yang lebih tinggi akan merugikan. 

"Dalam dua tahun ke depan, kami memprediksi pertumbuhan PDB riil masing-masing sebesar 2,8 persen dan 1,8 persen. Tingkat pengangguran akan mencapai lima dekade terendah 3,4 persen tahun depan sebelum mulai muncul," terang Nariman.

Perekonomian China pada jalur untuk perlambatan secara bertahap. Pelemahan secara luas dalam permintaan domestik, terutama melambatnya penjualan ritel dan pertumbuhan investasi infrastruktur pada bulan Mei, menunjukkan perlambatan pada kuartal kedua. Selain itu, pengetatan moneter yang sedang berlangsung dapat mendorong biaya pinjaman, menahan pertumbuhan pada paruh kedua. 

Akhirnya, kebijakan perdagangan proteksionis Amerika Serikat meningkatkan potensi risiko terhadap ekspor dan pertumbuhan manufaktur China. Dengan menggabungkan tren ini, GDP riil China diproyeksikan melambat dari 6,9 persen tahun lalu menjadi 6,7 persen tahun ini, 6,4 persen pada 2019, dan 6,1 persen pada 2020.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement