REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Ketua Kompartemen BPR Syariah Asbisindo, Cahyo Kartiko mengatakan, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2017 menunjukkan perkembangan BPR Syariah mencapai 17 persen dengan aset akhir tahun Rp 10,5 triliun. Karenanya, ia optimis menargetkan pengembangan sampai 2020 mendatang.
"Kami berharap nanti di akhir tahun 2020, ingin terjadi pertumbuhan dari 167 paling tidak bertambah 50 BPR Syariah baru," kata Cahyo yang ditemui di sela-sela Tasyakuran Hari BPR Syariah di Grand Dafam Rohan Yogyakarta, Sabtu (2/6).
Ia melihat, jumlah BPR Syariah terus mengalami pertumbuhan, termasuk dengan bertambahnya BPRS secara individu. Pertambahan itu baik yang berasal dari pendirian BPRS baru maupun BPR konvensional yang dikonversi menjadi BPR Syariah.
Namun, Cahyo mengakui jika dibandingkan dengan BPR konvensional, tentu BPR Syariah tetap masih relatif kecil. Persentasenya kurang lebih baru 9 persen dari pangsa pasar yang dimiliki BPR konvensional.
Selain itu, ia merasa masyarakat luas belum terlalu akrab dengan keberadaan BPR Syariah, khususnya sebagai institusi perbankan. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih akrab dengan bank-bank konvensional saja.
"Jadi persoalan utamanya proses literasi dan edukasi bank-bank syariah ke masyarakat, dan yang jelas keunggulan bank-bank syariah harus disampaikan ke masyarakat," ujar Cahyo.
Cahyo menilai, pengenalan bank-bank syariah khususnya BPR Syariah ke masyarakat relatif belum berjalan baik dan maksimal. Karenanya, cukup wajar bila jarak bank-bank syariah dengan konvensional masih relatif jauh.
"Bank konvensional sendiri asetnya sudah lebih dari Rp 100 triliun, sementara kami baru Rp 10,5 triliun, jadi masih cukup jauh," kata Cahyo.
Tapi, lanjut Cahyo, jarak itu sebenarnya tidak terlalu besar bila membandingkan individu yang ada. Walau jumlah BPR konvensional sudah 1.600 lebih dan BPR Syariah baru 167, secara individu asetya tidak terlalu jauh berbeda.
Terlebih, pertumbuhan bank-bank syariah di Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan bank-bank konvensional, baik bank umum maupun BPR. Tidak heran, prospek yang semakin baik itu banyak menarik minat investor.
"Mereka tertarik mendirikan atau memegang saham BPR konvensonal yang ingin mengonversi ke syariah," ujar Cahyo.
Untuk itu, ia berpendapat, model-model bisnis BPR Syariah sudah harus berbeda dengan bank-bank atau BPR-BPR konvensional. Kompetensi sumber daya insani harus pula ditingkatkan, selain memperkuat permodalan.
Selain itu, Cahyo melihat tata kelola dan sisi manajemen resiko yang ada selama ini harus sudah diperbaiki. Menurut Cahyo, jika langkah-langkah itu dapat dilaksanakan dengan baik, target 50 BPR Syariah baru sampai 2020 bukan tidak mungkin tercapai.