Rabu 30 May 2018 18:06 WIB

Suku Bunga Naik, BI: Ekonomi Global Mendesak Direspons

Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan menjadi 4,75 persen.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Nur Aini
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memberikan keterangan pers hasil Rapat Dewan Gubernur tambahan di kantor pusat BI, Jakarta, Rabu (30/5).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memberikan keterangan pers hasil Rapat Dewan Gubernur tambahan di kantor pusat BI, Jakarta, Rabu (30/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan BI 7-days reserve repo rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan Tambahan pada Rabu (30/5). Keputusan tersebut merespons kondisi global yang mengakibatkan tekanan pada negara maju maupun negara berkembang.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengatakan Dewan Gubernur membahas kembali kondisi ekonomi makro domestik maupun global yang dilakukan pada RDG bulanan sebelumnya yaitu 17-18 Mei 2018. Dewan Gubernur sekaligus mengkaji kembali perkembangan terkini yang terjadi sejak RDG 17-18 Mei 2018. "Secara keseluruhan ekonomi kita cukup solid, tapi ada tekanan global yang perlu direspons segera," kata Perry dalam konferensi pers di Gedung Bank Indonesia, Rabu (30/5).

Tekanan tersebut, khususnya terhadap stabilitas nilai tukar rupiah yang terjadi sejak awal Februari 2018. BI menilai tekanan tersebut lebih dikarenakan perubahan kebijakan di AS yang berdampak pada seluruh negara maju maupun berkembang termasuk Indonesia.

Beberapa faktor yang menyebabkan tekanan tersebut antara lain, semakin membaiknya perekonomian dan meningkatnya inflasi di AS yang akan mendorong peningkatan suku bunga The Fed lebih lanjut. Sebagian pelaku pasar memperkirakan kenaikan suku bunga AS lebih agresif menjadi empat kali tahun ini, meskipun probabilitas masih tiga kali. Hal tersebut juga mendorong kenaikan suku bunga di pasar.

Faktor kedua, kenaikan suku bunga yang tinggi khususnya surat utang pemerintah AS atau US terasury bond juga disebabkan defisit fiskal AS. Defisit tersebut diperkirakan mencapai 4 persen tahun ini dan 5 persen pada 2019.

Faktor selanjutnya, ketidakpastian global juga meningkatkan risiko di pasar keuangan global. Hal itu berhubungan dengan ketegangan hubungan dagang antara AS dan China serta ketegangan geopolitik regional.

"Ketiga faktor ini telah memicu kenaikan suku bunga yeild US Treasury Bond dan juga penguatan dolar AS sehingga memicu pembalikan modal asing atau capital outflow," ujarnya.

Perry menambahkan, BI meyakini ekonomi Indonesia menunjukkan ketahanan yang cukup kuat terhadap tekanan eksternal. Hal itu sebagaimana ditunjukkan pada periode tekanan global sebelumnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement