REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Harga minyak naik pada Selasa (22/5) di tengah kekhawatiran turunnya produksi minyak mentah Venezuela. Produksi minyak dikhawatirkan turun menyusul sengketa pemilihan presiden dan potensi sanksi terhadap anggota OPEC tersebut.
Minyak mentah Brent berjangka LCOc1 berada di angka 79,37 dolar AS per barel, naik 15 sen dari penutupan terakhir. Pekan lalu, Brent menembus 80 dolar AS untuk pertama kalinya sejak November 2014.
Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS berjangka berada di 72,49 dolar AS per barel, naik 25 sen dari sebelumnya.
"Ketidakpastian politik Venezuela mendorong harga minyak lebih tinggi," kata kepala perdagangan untuk Asia Pasifik di broker OANDA berjangka di Singapura, Stephen Innes.
Presiden sosialis Venezuela Nicolas Maduro menghadapi kecaman internasional yang meluas pada Senin (21/5) setelah terpilih kembali sebagai presiden. Kritikus mengecamnya karena membuat negara produsen minyak itu dilanda kritis.
Amerika Serikat (AS) secara aktif mempertimbangkan sanksi minyak terhadap Venezuela, karena output telah turun hingga sepertiga dalam dua tahun ke titik terendah dalam beberapa dekade.
Di sisi lain, kekhawatiran sanksi AS terhadap Iran akan mengekang ekspor minyak mentah negara itu juga telah meningkatkan harga minyak dalam beberapa pekan terakhir.
Beberapa analis menyebut sanksi ke Iran bisa memangkas satu juta barel per hari minyak mentah Iran dari pasar. Ada juga yang berpendapat dampaknya akan terbatas menjadi kurang dari 500 ribu barel per hari.
Innes mengatakan, dampak dari pembatasan produksi yang diterapkan OPEC telah menciptakan kondisi pasokan ultra ketat, gangguan pasokan dan peningkatan harga yang tajam. "Dinamika sisi penawaran tampaknya di kursi pengemudi, harus mendorong harga jangka pendek lebih tinggi," ujar dia.