Ahad 20 May 2018 11:47 WIB

Akuisisi Pertagas oleh PGN Diminta Selesai Agustus 2018

PGN diketahui memiliki jumlah aset produktif yang lebih banyak dibandingkan Pertagas.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolanda
Dirut Utama PGN Jobi Triananda Hasjim (tengah) usai memberikan keterangan usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 2018 di Jakarta, Kamis (26/4).
Foto: Republika/Prayogi
Dirut Utama PGN Jobi Triananda Hasjim (tengah) usai memberikan keterangan usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 2018 di Jakarta, Kamis (26/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) meminta proses akuisisi PT Pertamina Gas (Pertagas) oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) selesai paling lambat Agustus 2018. Peralihan kepemilikan saham Pertagas ke PGN tersebut merupakan bagian dari proses pembentukan Pertamina sebagai holding BUMN Migas.

Fajar Harry Sampurno, Deputi Bidang Pertambangan dan Industri Strategis Kementerian BUMN berharap semua pihak bisa melaksanakan dengan baik apa yang sudah diputuskan pemerintah terkait holding BUMN Migas. Termasuk, skema konsolidasi Pertagas dengan PGN, yang bertujuan untuk menetapkan PGN sebagai subholding bisnis gas Pertamina.

Ia menjelaskan, pada tahap awal pembentukan holding migas, sempat terbuka tiga opsi skema konsolidasi PGN dan Pertagas yaitu merger, inbreng (penyertaan atas saham) Pertamina di Pertagas ke PGN, dan akuisisi saham Pertagas oleh PGN.

"Di antara tiga pilihan tersebut, Kementerian BUMN pada akhirnya menjatuhkan pilihan pada skema akuisisi, dengan alasan lebih cepat dibandingkan dengan merger," kata Fajar, Ahad (20/5).

Baca juga: Holding Migas, PGN akan Akuisisi Pertagas

Ia memperkirakan, proses akuisisi rampung dalam empat bulan sejak holding BUMN migas resmi berdiri pada 11 April 2018, atau tepatnya rampung bulan Agustus 2018. Sementara kalau lewat merger prosesnya bisa lebih dari setahun.

"Opsi merger memang lebih murah karena tidak memerlukan dana tunai untuk menyelesaikannya, tetapi mendilusi otoritas kedua perusahaan. Sementara itu, akuisisi memerlukan dana dalam jumlah besar, tetapi memberikan otoritas absolut pada pihak pembeli," jelas Fajar.

Terbitnya restu Kementerian BUMN, agar PGN mengakuisisi Pertagas sudah melalui pertimbangan dan evaluasi yang matang. PGN diketahui memiliki jumlah aset produktif yang lebih banyak dibandingkan Pertagas yang sekarang merupakan anak usaha Pertamina. Diketahui, PGN telah mulai merintis pembangunan jaringan pipa gas di Indonesia sejak tahun 1974.

Tidak heran jika sampai akhir kuartal I 2018, PGN mengoperasikan 7.453 kilometer (km) pipa gas. Sedangkan Pertagas baru mengelola pipa gas sepanjang 2.438 km. Secara keseluruhan, panjang pipa yang dioperasikan PGN setara dengan 80 persen total jaringan infrastruktur pipa gas di Indonesia.

Dikutip dari Buku Putih Pembentukan Holding BUMN Migas yang diterbitkan Kementerian BUMN, pemerintah ingin proses integrasi saham dan aset Pertagas ke tubuh PGN bisa diselesaikan dalam waktu satu tahun.  Di tahun ini juga, pemerintah menghendaki PGN bisa menyusun rencana bisnis jangka pendek, jangka panjang, dan rencana implementasi bisnis perusahaan setelah mengelola aset Pertagas. Termasuk, melakukan sinergi neraca keuangan seperti target penerimaan dan laba, belanja modal, dan rencana investasi. Selain itu, PGN juga harus menyusun struktur organisasi perusahaan setelah bergabungnya Pertagas.

Baca juga: PGN akan Gelar RUPS Luar Biasa Bahas Akuisisi

Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Inas Nasrullah Zubir meminta Kementerian BUMN dan Pertamina untuk segera menjelaskan dinamika yang terjadi di Pertagas kepada seluruh karyawannya. Sehingga, tidak terjadi gejolak di internal Pertagas.

Menurut Inas, sebelum holding BUMN migas terbentuk, karyawan yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) tidak setuju akuisisi Pertagas ke PGN. Penolakan tersebut menurutnya lebih disebabkan tidak adanya sosialisasi dari manajemen maupun Kementerian BUMN atas rencana besar pembentukan holding migas, yang bertujuan menciptakan perusahaan migas berskala dunia.

Menurut Inas, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan, para pekerja yang tergabung dalam serikat tidak berwenang menentukan aksi korporasi yang dilakukan perusahaan tempatnya bekerja.

"Sebenarnya serikat pekerja tidak punya kewenangan tentang akuisisi, tapi harus diajak diskusi lah setidaknya," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement