REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto mengecek perkembangan pertanaman cabai metode sungkup di Kabupaten Banyumas, Jumat (20/4). Ia memuji kondisi yang ada di lapangan.
"Ini luar biasa, penggunaan sungkup plastik membuat tanaman cabai merah keriting varietas Hai-Lux tumbuh dengan subur, tidak terserang penyakit," kata Prihasto dalam siaran pers yang diterima Republika.
Sambil melihat pertanaman cabai yang tumbuh tinggi, tidak henti-hentinya pria yang akrab disapa Anton itu mengungkapkan kekagumannya. Menurutnya, metode ini harus dicontoh dan diperluas di daerah lain.
Petani lain harus melihat kondisi dengan sungkup plastik yang membuat cabai merah keriting tumbuh lebih subur dibanding tanpa sungkup plastik. Ini membuat risiko terserang penyakit patek berkurang signifikan.
Petani yang menggarap lahan, Gianto mengatakan biaya pembuatan sungkup plastik memang mahal yakni mencapai Rp 70 juta per hektar. Namun masa pakainya bisa mencapai 10 tahun lebih.
Petani muda dari kelompok tani Ganda Arum itu menyampaikan pada Anton, bahwa dengan sungkup plastik, ia bisa panen sampai 20 kali lebih. "Bahkan sampai 25 kali, sedangkan tanpa sungkup paling hanya 15 kali panen," katanya.
Varietas Hai-Lux yang ditanam Gianto dan kelompoknya di Januari 2018 lalu mampu menghasilkan cabai rata-rata diatas dua kg per pohon. Setelah cabai, ia akan menanam komoditas lain seperti sawi, bawang, tomat, dan sayuran lainnya.
"Saya yakin dengan sungkup, usaha hortikultura saya pasti berhasil," kata Gianto yang aslinya dari daerah Wonogiri. Ia menambahkan, tanpa sungkup tinggi tanaman cabai hanya mencapai satu meter, sementara menggunakan sungkup, tinggi tanaman bisa mencapai lebih dari 1,6 meter.
Menurut data Kementan, luas pertanaman cabai di Banyumas mencapai 150 hektar dan rata-rata ditanam di bulan Januari. Waktu panen awal cabai sekitar bulan April. Dengan penggunaan sungkup plastik, tanaman cabai bisa dipanen sampai bulan Agustus nanti.