REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, Bank Muamalat membutuhkan tambahan modal untuk bisa melakukan ekspansi. Wimboh menekankan, kondisi perusahaan saat ini dapat beroperasi secara normal dan didukung likuiditas yang kuat.
"Bank Muamalat punya basis likuiditas bagus hanya saja butuh tambahan modal untuk bisa beroperasi dan berkembang lebih besar lagi ke depan," ujar Wimboh dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Senayan, Jakarta pada Rabu (11/4).
Wimboh mengatakan, urgensi kebutuhan modal pada suatu bank adalah hal normal. Ia mengaku, OJK juga ingin setiap bank memiliki modal yang cukup dan mampu untuk tumbuh dengan baik.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menjelaskan, Muamalat kesulitan mendapatkan tambahan modal karena terbentur aturan internal dari pemegang sahamnya. Heru menjelaskan, pemegang saham mayoritas Muamalat adalah Islamic Development Bank (IDB) sebesar 32,74 persen.
Kemudian, disusul oleh National Bank Kuwait dan Boubyan Bank sebesar 30 persen, Saudi Economic and Development Company (SEDCO) sebesar 17,91 persen, dan sisanya pemilik perorangan sebesar 19 persen.
Dari sisi permodalan, kata Heru, IDB sebagai pemilik saham mayoritas tidak bisa mengucurkan dana segar untuk Muamalat. Aturan internal IDB mengatur penyertaan modal maksimal adalah sebesar 25 persen.
"Sehingga dengan jumlah 32,7 persen di Muamalat, IDB tidak bisa menambah modal lagi karena ada aturan internal mereka. Sementara pemegang saham besar lainnya juga mengalami masalah yang sama," ujar Heru.
Baca juga, Ustaz Yusuf Mansyur Boyor Ribuan Jamaahnya ke Bank Muamalat.
Heru mengaku, akibat persoalan tersebut pertumbuhan Muamalat mengalami stagnansi. Oleh karena itu, OJK menilai, Muamalat butuh investor strategis yang kuat dan bisa mendukung Muamalat tumbuh lebih besar dan sehat.
Salah satu calon investor yang hampir memasukkan modal ke Muamalat adalah konsorsium Minna Padi. Meski begitu, kata Heru, hal itu belum bisa terwujud.
"Sesuai aturan OJK, karena Muamalat ini bank publik maka keterbukaan informasi dari calon investor menjadi hal utama. Sampai batas waktu dipersyaratkan keterbukaan informasi yang kita inginkan terkait konsorsium itu terdiri dari siapa saja belum bisa diberikan calon investor baru. Sehingga //right issue// tidak bisa terlaksana," ujar Heru.
Heru mengaku, banyak calon investor yang ingin berpartisipasi pada Muamalat. Akan tetapi, para calon investor tersebut belum menyatakan keinginan tersebut secara tertulis kepada OJK.
"Kita harapkan pembicaraan pemilik dengan calon investor kalau sudah mendekati taraf sepakat tentunya OJK akan memfasilitasi. Kemudian, mengingat ini bank syariah kita harapkan calon investor bisa membawa bank syariah ini menjadi bank yang besar dan sehat," ujarnya.