REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berupaya meningkatkan basis investor lokal dalam kepemilikan surat berharga negara (SBN). Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengaku akan berkampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berinvestasi lewat SBN. "Kami ingin mengubah paradigma masyarakat yang sebelumnya hanya sekadar saving society menjadi investment society," kata Luky di Jakarta, Jumat (6/4).
Luky mengaku telah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk bisa menggandeng lembaga-lembaga pemilik dana seperti dana pensiun. Selain itu, pemerintah juga berupaya lebih menarik investor ritel. "Dana Pihak Ketiga (DPK) di bank kan luar biasa besar, tapi itu kan sifatnya saving. Kita perlu mengubah mindset masyarakat supaya memahami SBN ini instrumen investasi yang menarik, aman, dan mudah," ujarnya.
Berdasarkan data dari Kemenkeu per 4 April 2018, total SBN yang dapat diperjualbelikan sebesar Rp 2.179,9 triliun. Sebanyak 39,73 persen atau sebesar Rp 865,9 triliun dari total SBN tersebut dimiliki oleh investor asing. Untuk diketahui, kepemilikan SBN oleh investor asing rentan terhadap risiko aliran dana keluar atau capital outflow.
Salah satu upaya pemerintah untuk mengampanyekan investasi lewat SBN adalah lewat program penjualan SBN ritel daring. Seperti diberitakan sebelumnya, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan akan meluncurkan penjualan Surat Berharga Negara (SBN) ritel melalui mekanisme daring pada Mei 2018. Hal itu adalah upaya untuk memperluas basis investor SBN domestik dan mempermudah akses masyarakat terutama generasi muda untuk berinvestasi. "Kami menerima banyak masukan. Namanya mau investasi dibuat mudah dong. Nah, itu yang coba kita lakukan," ujar Luky.