REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sektor perbankan bisa dikalahkan dengan kehadiran financial technology (fintech). Sebab, teknologi tersebut mampu menembus batas antarnegara.
Ekonom senior sekaligus guru besar UI, Rhenald Kasali, mengatakan, saat ini uang sudah berubah bukan lagi fisik, melainkan digital. Biaya uang di seluruh dunia pun berbeda-beda. "Bayangkan, di Jepang itu bunga negatif sehingga orang di Jepang bersedia meminjamkan uang untuk orang di Indonesia melalui platform, tanpa mlalui bank," katanya, Rabu (4/4).
Dengan bunga negatif tersebut, warga Jepang justru harus membayar jika menaruh uangnya di bank di Tokyo. Sementara itu, jika mereka meminjamkan uang kepada orang Indonesia dengan bunga satu hingga dua persen, sudah dinilai menguntungkan.
Hal ini jelas menjadi kabar baik sebab bunga pinjaman di perbankan Indonesia cukup tinggi. Perbedaan bunga ini menjadi kesempatan bagi platform global atau platform Indonesia untuk mencari dana dari internasional. Fintech memungkinkan orang menggunakan jejak digital dengan big data. "Perusahaan fintech ini yang akan mengh-andle itu. Sekarang perusahaan-perusahaan fintech itu sudah mulai tumbuh," ujar dia.
Dia mengakui, berita internasional cukup secara jelas mengungkap bahwa bank-bank besar mulai kesulitan menghadapi fintech, termasuk juga di Indonesia sebab tingginya bunga yang dibebankan.
Sementara itu, fintech atau platform itu menghajar gate keeper yang menciptakan harga sangat mahal karena inefisien. "Perbankan bunganya tinggi di Indonesia. Rata-rata di dunia bunga di bawah lima persen," kata dia menambahkan.