REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Provinsi Bali mengkritisi kenaikan tarif masuk obyek wisata yang tidak rasional. Sekretaris Asita Bali, I Putu Winastra mengatakan pengelola obyek wisata seenaknya menaikkan tarif retribusi dan akhirnya menimbulkan permasalahan bagi pelaku industri pariwisata.
"Kami tidak antikenaikan retribusi selama obyek wisata tersebut layak. Akan tetapi, sosialisasinya hendaknya satu tahun sebelumnya. Sebab asosiasi seperti Asita terikat kontrak tahunan, minimal Juni setiap tahunnya," kata Winastra, Jumat (30/3).
Kenaikan tiket masuk obyek wisata yang sering mendadak dan tidak terkoordinasi pada akhirnya menimbulkan permasalahan baru. Winastra menyontohkan ketika informasi kenaikan, pengelola wisata langsung memberlakukannya kurang dari sebulan.
Asita juga mengimbau dinas pariwisata kabupaten kota untuk memberi tahu daftar obyek wisata yang tidak terdaftar di pemerintah daerah. Winastra mengatakan sering kali agen perjalanan membawa wisatawan ke obyek pariwisata yang tidak terdaftar di dinas kabupaten. "Awalnya kami mengira obyek tersebut gratis, namun ternyata sampai di sana obyeknya berbayar. Dinas Pariwisata di kabupaten kota tolong sikapi ini," ujarnya.
Sebanyak 70 persen wisatawan yang berkunjung ke Bali ditangani oleh Asita. Ada 420 anggota penuh Asita yang menangani wisman dan wisnus di Bali.
Asita dalam waktu dekat akan meneken nota kesepahaman (MoU) dengan badan pengelola obyek wisata dan dinas kabupaten kota untuk menemukan solusi terbaik permasalahan ini. Aturan yang berlaku menyebutkan 25 persen retribusi masuk ke kas pemerintah daerah, sementara 75 persen ke pengelola obyek wisata.
Winastra mengatakan Asita meminta porsi khusus dari 75 persen pendapatan retribusi pengelola obyek wisata dalam bentuk harga khusus. Ini akan memberi manfaat pada kedua belah pihak, di antaranya mengurangi pungutan liar (pungli), dan law enforcement atau penegakan aturan di mana agen perjalanan wisata yang masuk ke sebuah obyek wisata harus berlisensi. Jika tidak, pengelola obyek wisata dapat menerapkan denda kepada yang bersangkutan lebih tinggi dari harga khusus yang diberikan kepada Asita.