Selasa 27 Mar 2018 13:49 WIB

Jabar Belum Bisa Produksi Bawang Putih

Petani lebih mempertimbangkan nilai ekonomis yang akan dihasilkan dari budidayanya.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Andi Nur Aminah
Bawang putih (ilustrasi)
Foto: Republika/Melisa Riska Putri
Bawang putih (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Provinsi Jawa Barat belum bisa memproduksi bawang putih untuk masyarakat apalagi menyumbang ketersediaan kebutuhan nasional. Sehingga, pemerintah memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan terkait budidaya komoditas bawang putih ini.

Menurut Kepala Dinas Pertanian dan Holtikultura Jabar, Hendi Jatnika, kebutuhan nasional untuk bawang putih selama ini mengandalkan produktivitas petani di daerah Temanggung, Jawa tengah dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Itu pun, hanya memenuhi lima persen saja. Sisanya, impor yang kebanyakan dari Cina. "Jabar hampir tidak ada produksi bawang putih. Selama ini (kebutuhan) nasional mengandalkan di Jawa Tengah, daerah Temanggung dan NTB," ujar Hendi kepada wartawan Senin petang (26/3).

 

photo
Petani menjemur bawang putih usai panen 

Hendi mengatakan, Jawa Barat sempat memproduksi bawang putih pada 1980-an di Kawasan Ciwidey. Tapi minat petani terus berkurang karena harga jual kurang bersaing dengan impor. Sehingga, mereka beralih ke komoditas lain, seperti cabai.

Selain faktor harga jual kurang bersaing, keengganan para petani menanam bawang putih karena metodenya sulit dan mahal. Belum lagi risiko gagal panennya tinggi.

Bawang putih, Hendi mengatakan, bisa tumbuh maksimal 1000 mdpl. Biaya produksinya mencapai Rp 60 juta per hektar ditambah perawatan dan pemberian peatisida yang telaten. "Di atas ketinggian itu juga komoditas saingannya banyak, seperti kol. Biaya produksi tinggi, itu belum tentu keuntungannya lebih besar dari biaya produksi karena rawan diserang hama," katanya.

Saat ini, kata dia, petani lebih mempertimbangkan nilai ekonomis yang akan dihasilkan dari budidayanya. Terkait program untuk membangkitkan semangat petani membudidayakan bawang putih mengandalkan dari pusat. Ia berharap kementrian pertanian segera melakukan pengembangan bawang putih, terutama menyediakan bibit bawang putih. 

 

photo
Ladang bawang putih.

"Ketersediaan benih susah. Yang ada impor. Itu juga mahal. Apalagi benih urusan nasional," kata Hendi seraya mengatakan untuk program di dinasnya, ia mencari lahan yang cocok dan menyiapkan ketersediaan sumberdaya yang memadai.

Sebelumnya, Kementrian Perdagangan mengakui jika sejumlah komoditas pangan di Indonesia masih mengandalkan impor. Kebijakan itu dilakukan dalam rangka menjaga keseimbangan harga dan ketersediaan untuk masyarakat.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito menyatakan bahwa 95 persen kebutuhan bawang putih di Indonesia masih dipenuhi oleh impor dari Cina. Kebijakan itu dilakukan untuk menjaga ketersediaan dan stabilitas harga yang saat ini mencapai Rp 13 ribu sampai Rp 15 ribu per kilogram.

Meski begitu, ia tetap berupaya untuk meningkatkan tingkat produksi bawang putih dalam negeri bersama Kementrian Pertanian. "Bawang putih 95 persen impor. Harus ada keseimbangan untuk mewujudkan itu dengan kebijakan impor bawang putih," ucapnya belum lama ini. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement