REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Unit Usaha Syariah (UUS) PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga Syariah) mencatatkan pertumbuhan aset, pembiayaan dan dana pihak ketiga (DPK) di atas 50 persen sepanjang 2017.
Direktur Syariah Banking CIMB Niaga Pandji P Djajanegara mengatakan, hingga 31 Desember 2017, CIMB Niaga Syariah mencatatkan pertumbuhan aset sebesar 85,0 persen menjadi Rp 23,6 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 12,8 triliun.
Pertumbuhan aset tersebut tercatat paling tinggi sepanjang 2017 di industri perbankan syariah nasional. "Kenaikan ini juga turut meningkatkan pangsa aset CIMB Niaga Syariah terhadap total aset CIMB Niaga, yaitu mencapai 9,3 persen per 31 Desember 2017 dibandingkan posisi yang sama tahun 2016 sebesar 5,5 persen," kata Pandji dalam acara Diskusi Bersama CIMB Niaga Syariah di Jakarta, Senin (26/3).
Pandji menjelaskan, kenaikan aset CIMB Niaga Syariah didukung oleh pertumbuhan penghimpunan DPK dan penyaluran pembiayaan. Total DPK yang berhasil dihimpun hingga akhir 2017 mencapai Rp 19,9 triliun atau tumbuh 87,3 persen dibandingkan DPK tahun sebelumnya sebesar Rp 10,6 triliun.
Dari total DPK Rp 19,9 triliun, sekitar 65 persen berupa deposito, sedangkan sisanya 35 persen berupa tabungan dan giro, atau dana murah (CASA). "Tahun 2018 ini kami rencananya komposisi DPK sebesar 60 persen term deposit dan 40 persen dana murah," ucap Pandji.
Sedangkan pembiayaan tercatat tumbuh 63,5 persen menjadi Rp 16,7 triliun dibandingkan posisi yang sama 2016 sebesar Rp 10,2 triliun. Kenaikan tersebut didorong oleh pertumbuhan pembiayaan baik pada segmen consumer banking maupun business banking.
Kompisisi pembiayaan CIMB Niaga Syariah terdiri atas whole sale banking sebesar 57 persen dan Consumer banking 43 persen. Segmen whole sale banking terdiri atas korporasi, komersial dan Usaha Kecil Menengah (SME). Pandji memproyeksikan komposisi pembiayaan 2018 whole sale banking akan mencapai 60 persen dan consumer banking menjadi 40 persen.
Pada 2017, pertumbuhan pembiayaan paling besar berada di consumer banking terutama pembiayaan kepemilikan rumah (PPR) atau mortgage dan korporate banking. Penyaluran PPR sampai Desember 2016 Rp 2,6 triliun menjadi Rp 5,4 triliun pada Desember 2017. Pembiayaan juga banyak disalurkan ke sektor lain seperti infrastruktur.
"Pembiayaan 2018 juga akan fokus di infrastruktur, industri lain tetap jalan seperti properti, agribisnis, dan sektor perdagangan. Tapi paling besar adanya di sektor infrastruktur," ungkap Pandji.
Sedangkan untuk segmen whole sale banking, CIMB Niaga Syariah akan lebih banyak menggerakkan corporate banking dengan mengikuti perusahaan induk. Misalnya, CIMB Niaga tidak masuk sektor migas, Unit Syariah juga tidak akan masuk sektor tersebut.
Dari sisi kualitas pembiayaan CIMB Niaga Syariah mengalami perbaikan dengan rasio pembiayaan bermasalah (non-performing financing/NPF) menjadi 0,9 persen per 31 Desember 2017 dari sebelumnya 1,1 persen pada 2016. Perbaikan rasio NPF dikarenakan CIMB Niaga Syariah berhasil mengurangi nasabah-nasabah yang bermasalah.
Kinerja bisnis tersebut membuat CIMB Niaga Syariah berhasil meningkatkan laba sebelum pajak sebesar Rp 489,7 miliar per 31 Desember 2017 atau naik 60,3 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp 305,4 miliar. "Kenaikan laba kami karena kenaikan financing dan funding cukup signifikan," ujarnya.