Rabu 21 Mar 2018 16:08 WIB

Pelaku Usaha Jangan Alergi dengan e-Commerce

Hanya e-commerce cara paling cepat menumbuhkembangkan bisnis konvensional di Bali

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Winda Destiana Putri
ecommerce
ecommerce

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Asosiasi pelaku usaha berbagai bidang di Bali mengimbau masyarakat, khususnya pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) untuk tidak alergi dengan e-commerce atau perdagangan elektronik. Ketua Umum Pengurus Daerah Induk UMKM Indonesia Provinsi Bali, Anak Agung Ngurah Mahendra mengatakan hanya e-commerce cara paling cepat untuk menumbuhkembangkan bisnis konvensional di Bali.

"Banyak industri kreatif tidak tumbuh karena masih menjalankan bisnis secara konvensional. Hanya dengan e-commerce kita mampu menggerakkan ekonomi Bali," kata Ngurah Mahendra di Denpasar, Rabu (21/3).

Ngurah Mahendra mengatakan setiap harinya sekitar Rp 552 miliar uang beredar di Bali, namun keuntungan diambil luar negeri, khususnya Cina. Pelaku usaha sementara ini juga tak perlu mengutamakan hak cipta, sebab pasar saat ini membutuhkan barang dengan kualitas lebih baik, lebih cepat, dan lebih murah.

Ngurah Mahendra yang juga pebisnis kargo mencontohkan setiap harinya ada 10 ton barang e-commerce yang diterima perusahaan di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, dan 50-70 ton di Bandara Internasional Lombok Praya. Ini berarti tingkat konsumsi konsumen di Indonesia akan barang-barang e-commerce sangat tinggi.

"Namun, 80 persen produknya itu semua diproduksi (made in) Cina, seperti Alibaba, Lazada, dan platform start up lainnya," kata Ngurah Mahendra.

Ketua Harian Asosiasi Pengusaha Jasaboga Indonesia (APJI) Bali, Ari Prima menambahkan selama ini pelaku usaha bertahan karena keadaan. E-commerce Indonesia, khususnya Bali harus menjadi tuan rumah.

"Ini karena e-commerce tidak melulu soal logistik, melainkan juga distribusi, UMKM, dan semua lini," katanya.

Ari mengatakan Indonesia harus memiliki Alibaba ala Indonesia untuk mempersingkat rantai distribusi untuk menjual produk-produk UMKM lebih baik. Data Fakultas Ekonomi Universitas Udaya menunjukkan industri kreatif pada dasarnya menyumbang 60 persen lini usaha di Bali, mulai dari barang-barang kerajinan, kuliner, fesyen, teknologi dan informasi (IT), dan seni pertunjukan. (Mutia Ramadhani)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement