Jumat 16 Mar 2018 05:00 WIB

Pemerintah Diminta Lunasi Utang ke PGN

PGN memiliki banyak tanggungan utang sebagai dampak penugasan pemerintah.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Satria K Yudha
Petugas PGN melakukan pengecekan berkala terhadap jaringan pipa PGN dengan menggunakan alat Laser Minimetan di Kawasan Batu Aji, Batam, Kepulauan Riau, Selasa (13/3).
Foto: M N Kanwa/Antara
Petugas PGN melakukan pengecekan berkala terhadap jaringan pipa PGN dengan menggunakan alat Laser Minimetan di Kawasan Batu Aji, Batam, Kepulauan Riau, Selasa (13/3).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Inas Nasrullah Zubir mengungkapkan pemerintah masih mempunyai utang kepada PT Perusahaan Gas Negara (PGN). Berdasarkan laporan keuangan PGN, PGN mempunyai liabilitas sebesar 3,1 miliar dolar AS yang terdiri dari atas utang jangka panjang dan utang jangka pendek.

Inas menilai, sebelum membentuk holding migas, pemerintah sebaiknya terlebih dahulu membereskan utang-utang untuk memperbaiki likuiditas PGN. Inas mencatat, piutang yang dimiliki PGN terdiri atas 466,6 juta dolar AS sebagai utang jangka pendek dan 2,63 miliar dolar AS sebagai utang jangka panjang.

"Kalau mau menyelamatkan PGN, bereskan dulu utangnya PGN. Jangan dengan cara membentuk holding di saat laba PGN dalam tren menurun dan utang menumpuk," ujar Inas, Kamis (15/3).

Inas menjelaskan PGN memiliki banyak tanggungan utang sebagai dampak penugasan yang diberikan pemerintah untuk membangun sejumlah proyek. Tahun lalu, perusahaan hilir gas bumi tersebut mendapat penugasan membangun 26 ribu jaringan gas untuk pelanggan rumah tangga di Lampung, Musi Banyuasin, Mojokerto, dan Rusun Kemayoran Jakarta.

Selain itu, sejak 2016 PGN mendukung program pemerintah meningkatkan pemanfaatan gas bumi untuk menggantikan bahan bakar minyak (BBM) dengan memasang target membangun 60 unit Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) di seluruh Indonesia sampai 2019.

"Untuk mendanai proyek penugasan pemerintah tersebut, PGN menggunakan kas internal, pinjaman bank, maupun dari dana penerbitan obligasi," ujar Inas.

PGN, ujar dia, juga masih harus menanggung biaya operasi berupa sewa fasilitas regasifikasi dan penyimpanan gas atau floating storage and regasification ( FSRU) Lampung yang juga merupakan penugasan pemerintah.

"PGN itu harus bayar 90 juta dolar AS per tahun untuk FSRU yang tidak maksimal pemanfaatannya," ujar Inas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement