REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Industri keuangan syariah memiliki peran besar dalam memberdayakan perempuan terutama dari kalangan prasejahtera produktif. Pemberdayaan perempuan ini dinilai akan memberikan dampak besar terhadap ekonomi nasional baik dari sisi peningkatan daya beli maupun kesejahteraan sosial secara umum.
Anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Hendri Saparini mengungkapkan, salah satu cara efektif memberdayakan perempuan adalah melalui jasa keuangan baik perbankan maupun non-perbankan. Kegiatan pembiayaan bank, termasuk oleh bank-bank syariah, kata Hendri, mampu mengangkat tingkat produktivitas kaum perempuan prasejahtera yang berdampak pada tingkat kesejahteraannya.
Mereka yang tadinya prasejahtera, kata ekonom pendiri CORE Indonesia ini, naik tingkat menjadi kelompok sejahtrera. "Banyak negara sekarang ini mendorong perempuan untuk ikut memajukan ekonomi. Kita juga sudah harus melakukan itu," kata Hendri dalam Talk Show yang digelar Republika dan Bank BTPN Syariah bertema Inkluasi Keuangan dan Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembiayaan Syariah di Medan, Selasa (6/3).
Ia memberi contoh di Jepang di mana peran wanita dalam kegiatan ekonomi diperkuat. Jepang, yang saat ini mulai melebarkan sayap ekonomi tidak hanya berbasis otomotif dan elektronik, memasuki industri jasa mulai dari kuliner, wisata, hingga hiburan.
Jepang juga fokus pada industri kesehatan dan dunia pendidikan. Kaum wanita Jepang, kata Hendri, masuk ke dalam semua industri ini. Kini, lebih dari 10 persen ekonomi Jepang ditopang dari peran kaum perempuan.
Ia juga menyarankan perbankan syariah agar membantu perempuan prasejahtera untuk mengetahui lebih banyak peluang-peluang bisnis yang ada. Membantu mereka memahami pasar yang lebih luas dan memberikan bimbingan jika dalam berbisnis mereka ada masalah.
Menurut Hendri, perempuan sangat layak mendapat pembiayaan perbankan. "Kontrol sosial perempuan jauh lebih tinggi, dan mereka malu jika tidak membayar kewajibannya," kata dia.
Jumlah usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia saat ini ada sudah lebih dari 58 juta. Sebanyak 99 persen di antaranya merupakan usaha mikro dan kecil (UKM). Dari total jumlah ini hanya sepertiganya yang bisa mengakses pembiayaan perbankan.