REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Badan Standarisasi menggelar workshop standar keselamatan konstruksi untuk mengumpulkan permasalahan terkait standar pada industri konstruksi. Hal ini sebagai satu upaya mengatasi kecelakaan maupun kegagalan konstruksi yang banyak terjadi.
Kepala Badan Standarisasi Nasional (BSN) Bambang Prasetya mengatakan, dalam workshop yang mempertemukan pemerintah, swasta, BUMN dan berbagai pihak lainnya selain mengumpulkan masalah sekaligus menyampaikan pemikiran-pemikiran ke depan.
"Kan ada yang sudah ada standarnya, ada yang bolong banget, nggak ada standarnya," ujar dia saat ditemui pada acara workshop di Hotel Millenium, Kamis (1/3).
Sedikitnya ada 23 kebutuhan standarisasi keselamatan konstruksi seperti quality and safety assurance system dan safe system of construction works for girders. Namun ia belum bisa memastikan mana yang harus diutamakan.Nantinya, stelah workshop ini akan diadakan working group.
"Working group ini nanti bekerja untuk menentukan mana yang harus diprioritaskan," kata dia.
Sebagai badan pemerintah yang mengawal standarisasi, ia melanjutkan, pihaknya sadar ada peran besar dalam memperbaiki industri konstruksi tanah air. Ia berharap perbaikan terkait standar ini bisa diselesaikan dalam waktu dekat.
"Tahun ini lah kami inginnya," katanya.
Namun, Bambang menyayangkan pemerintah yang enggan mengeluarkan dana lebih untuk keselamatan konstruksi. Sejauh ini pemerintah mengalokasikan triliunan rupiah untuk proyek infrastruktur secara fisik saja.
Padahal untuk membuat sesuatu yang bermutu, termasuk peningkatan mutu keselamatan konstruksi harus memikirkan standar dan hal lain yang mendukung. Sementara, anggaran yang dikucurkan masih seperti biasanya. Belum ada alokasi khusus untuk peningkatan keselamatan konstruksi ini.
"Istilahnya ingin selamat. Anggarannya sedikit proyek gede, koq ingin selamat. Ya nggak bisa," ujar dia.
Menurutnya, belum semua segmen dalam industri konstruksi memiliki standar. Untuk itu pihaknta beruapaya menyelaraskan adanya standar yang diharapkan mampu menekan angka kecelakaan maupun kegagalan konstruksi.
Kebutuhan standarisasi tersebut tentunya memerlukan biaya. Menurutnya, dana untuk standar tersebut berada di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan BSN.
"0,1 persen dari total proyek mungkin sudah hebat," jawab dia saat ditanya angka ideal yang perlu dialokasikan.