REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komite III DPD RI, Fahira Idris meminta pemerintah melakukan evaluasi total terhadap semua proyek infrastruktur yang saat ini sedang berjalan. Senator asal Jakarta ini meminta pemerintah agar tidak sekadar buru-buru membangun infrastruktur, tapi mengabaikan landasan undang-undang.
"Jadi landasannya utamanya harus undang-undang, bukan agar cepat selesai atau buru-buru, kemudian diresmikan, dan dijadikan jualan keberhasilan pemerintah," kata Fahira, Rabu (21/2).
Menurutnya, landasan pembangunan infrastruktur harus dikembalikan kepada undang-undang (UU) salah satunya UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. Dia mengatakan, kecelakaan konstruksi yang telah terjadi berkali-kali ini benarkah sudah sesuai dengan UU tersebut. Undang-Undang Jasa Konstruksi, lanjut Fahira, sudah lengkap mengatur mulai asas dan tujuan, penyelenggaraan jasa konstruksi, keamanan, keselamatan, kesehatan dan keberlanjutan (4K), sampai kualitas tenaga kerja konstruksi itu sendiri.
Fahira mengatakan, pengerjaan proyek tepat waktu memang harus. Namun, ia berharap kontraktor juga wajib mengikuti kualitas mutu kerjaan. "Kalau cepat selesai, tetapi tidak bermutu kan berbahaya bagi keselamatan publik," ujarnya menambahkan.
Selain jatuhnya korban kecelakaan konstruksi ini dikhawatirkan turunnya daya saing jasa konstruksi Indonesia. Saat ini Indonesia berada peringkat 37, di bawah Singapura. Dengan terjadinya insiden-insiden ini, dikhawatirkan daya saing jasa konstruksi Indonesia akan makin turun.
Sebagai informasi, ambruknya kepala pilar jalan tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (20/2), menambah panjang daftar kecelakaan dalam proyek infrastruktur. Dalam enam bulan terakhir, setidaknya terjadi 12 kecelakaan dalam berbagai proyek infrastruktur di Indonesia.