Rabu 21 Feb 2018 13:36 WIB

Menkeu Ancam Hukum Satker yang Hobi Revisi DIPA

Tingkat revisi DIPA tahun lalu mencapai 52.400.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Indira Rezkisari
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan paparan kepada media tentang Realisasi APBN Per Januari 2018 di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selesa (20/2).
Foto: Antara/Muhammad Adimadja
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan paparan kepada media tentang Realisasi APBN Per Januari 2018 di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selesa (20/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta penggunaan anggaran oleh masing-masing satuan kerja (satker) di Kementerian/Lembaga (K/L) lebih efektif dan efisien guna mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi. Ia menyoroti tingkat revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun lalu yang mencapai 52.400 revisi.

Dengan jumlah satker sebanyak 26 ribu di seluruh Indonesia, Sri berkesimpulan seluruhnya melakukan revisi DIPA tahun lalu. "Artinya waktu Anda melakukan perencanaan anggaran yang penting dapat uangnya dulu nanti belakangan dipikirkan uangnya untuk apa. Jelek sekali kelakuan dan kebiasaan itu," ujar Sri dalam sambutannya ketika membuka Rapat Koordinasi Nasional Pelaksanaan Anggaran 2018 di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (21/2).

Sri mengatakan, total pagu anggaran belanja dalam APBN 2018 adalah sebesar Rp 2.220,7 triliun. Dari jumlah itu, anggaran belanja untuk K/L adalah sebesar Rp 847,4 triliun.

"Ini belanja besar harusnya bisa dimanfaatkan dalam rangka mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki kemakmuran rakyat," ujar Sri.

Sri bahkan mengancam untuk memberikan hukuman pada satker yang kerap melakukan revisi DIPA. Ia pun meminta Direktur Jenderal Anggaran dan Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk mengevaluasi revisi tersebut dengan melihat catatan 10 tahun terakhir.

"Yang melakukan revisi sangat sering tahun depan tidak usah dikasih anggaran. Fair, kan? Anda tidak bisa merancang anggaran kenapa perlu diberikan anggaran," ujar Sri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement