REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sektor konstruksi terindikasi mulai jadi sektor padat modal karena tak banyak menyerap tenaga kerja. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho mengatakan, sektor-sektor penghasil barang yang dapat diperjualbelikan (tradable) harusnya lebih tinggi menyerap tenaga kerja dibanding sektor nontradeable.
Namun yang terjadi pada tiga tahun awal pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) malah sebaliknya. Dalam jangka panjang, infrastruktur diharapkan berpengaruh pada pertambahan penduduk bekerja, utilitas, dan akhirnya pertumbuhan ekonomi. Dalam jangka pendek pada aspek pertambahan penduduk bekerja, sektor konstruk malah menujukkan pertumbuhan yang tak terlalu signifikan.
''Indikasi awal INDEF, sektor konstruksi saat ini mengarah pada sektor padat modal dengan tekno industri padat modal, tidak lagi padat karya sehingga serapan naker rendah,'' ungkap Andry dalam paparan kinerja penciptaan lapangan kerja tiga pemeritahan Indonesia di Kantor INDEF pada Selasa (20/2).
Sektor konstruksi berkontribusi 134.592 penduduk per tahun pada tambahan penduduk bekerja sepanjang 2015-2017 dengan rasio penciptaan kerja (RPK) 20.472 penduduk per satu persen pertumbuhan ekonomi. Angka itu lebih rendah dibanding periode tiga tahun awal Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono (2010-2012) dimana tambahan penduduk bekerja sebanyak 483.633 penduduk per tahun dengan RPK 63.072 penduduk per satu persen perrumbuhan ekonomi.
''Pertumbuhan penciptaan lapangan kerja sektor konstruksi bagus, tapi serapan tenaga kerjanya tidak sebagus era sebelumnya,'' kata Andry.