REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan Pemprov Jabar harus mulai dari awal lagi, jika ingin menerbitkan obligasi daerah. Alasannya, jaminan (underlying) proyek pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) diambil alih oleh pemerintah pusat.
"Karena underlying-nya ditarik ke pusat, maka proses penerbitan obligasi Pemerintah Jawa Barat tidak jadi," kata Kepala Departemen Pengawas Pasar Modal 2B Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Djustini Septiana usai diskusi dengan awak media di Jakarta, Jumat.
Ia menuturkan, apabila Pemprov Jabar masih ingin menghimpun dana dari penerbitan surat utang maka harus mengikuti mekanisme penerbitan obligasi. Persiapan di daerah merupakan tahap awal dari mekanisme penerbitan obligasi daerah.
Kepala daerah harus membentuk tim persiapan. Tim persiapan kemudian menentukan kegiatan dan menyiapkan dokumen yang dibutuhkan dalam rangka penerbitan obligasi daerah. Lalu, kepala daerah harus meminta persetujuan dari DPRD.
Setelah melakukan persiapan di daerah, kepala daerah baru kemudian meminta pertimbangan Menteri Dalam Negeri dan mengajukan usulan penerbitan obligasi daerah kepada Menteri Keuangan. Tahap selanjutnya adalah persiapan registrasi kepada OJK.
"Izin prinsipnya diulang dari awal walau mereka sudah mendapat persetujuan DPRD dan sudah mengajukan ijin kepada Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu," kata Djustini.
Djustini menambahkan, Pemprov Jabar sendiri masih berkesempatan menerbitkan obligasi daerah dengan jaminan proyek pembangunan infrastruktur pendukung Bandara Kertajati. "Mereka dapat menerbitkan obligasi dengan 'underlying' proyek infrastruktur pendukung bandara," ujarnya.
Penerbitan obligasi oleh Pemprov Jabar sebelumnya telah mendapat persetujuan DPRD Jawa Barat pada pertengahan 2014. Penerbitan obligasi tersebut rencananya akan digunakan untuk pembangunan BIJB atau Bandara Kertajati, tapi pemerintah pusat memutuskan proyek tersebut didanai melalui penerbitan RDPT (Rekasadana Penyertaan Terbatas) senilai Rp 930 miliar.